Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Saat ini sedang marak fenomena “ngemis online” untuk mendapatkan keuntungan pribadi lewat beragam aplikasi, khususnya TikTok.
Fenomena ini merupakan salah satu bentuk mengeksploitasi diri di ruang digital.
Eksploitasi digital sendiri tidak melulu dilakukan dengan ngemis online, tetapi juga ragam cara lain yang bisa merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Sekretaris Jenderal Indonesian Association for Public Administration Bevaola Kusumasari mengatakan, eksploitasi sosial di ruang digital adalah penggunaan teknologi untuk memanfaatkan orang lain untuk tujuan pribadi.
Ini melibatkan penggunaan informasi pribadi untuk mengambil keuntungan atau membuat orang lain merasa terancam.
"Penggunaan teknologi ini biasanya terjadi di media sosial, aplikasi percakapan, dan platform lainnya.
Baca juga: Mbak Lala Dituding Ngemis Online di TikTok dan Manfaatkan Cipung, Ternyata Ini Awal Mulanya
Pengguna dapat menggunakan teknologi untuk mengumpulkan informasi tentang orang lain, membuat ancaman, menyebarkan informasi palsu, dan menghasilkan uang secara ilegal," kata Bevaola saat workshop bertema Hindari Eksploitasi Sosial di Ruang Digital di Jabar belum lama ini.
Untuk mencegah eksploitasi sosial di ruang digital, kata dia adalah dengan mengatur privasi yang tepat di media sosial dan aplikasi percakapan, dan jangan menggunakan informasi pribadi yang sifatnya sensitif kepada orang yang tak dikenal.
"Apabila terlanjur menjadi korban eksploitasi, kata dia, pastikan untuk menghentikan kontak dengan orang yang mengeksploitasi, melaporkan tindakan tersebut kepada pihak berwenang, dan memanfaatkan layanan bantuan untuk mengatasi masalah tersebut. Layanan ini sifatnya berupa dukungan psikologis dari pakar," katanya.
Sementara Dosen STAI Al Muhajirin Purwakarta, Dian Ikha Pramayanti mengakui saat ini tengah marak ngemis online, khususnya di media sosial TikTok.
Caranya yaitu dengan melakukan hal kreatif secara live streaming agar penonton memberikan donasinya berupa gift sticker yang dapat ditukarkan dengan uang.
Fenomena ini memperkuat stigma negatif terhadap orang-orang yang meminta-minta dan bisa menyalahgunakan donasi yang mereka terima.
"Sejumlah faktor yang berkontribusi menguatnya fenomena ini yakni kemajuan teknologi, tuntutan ekonomi dan tergiur cuan, kesempatan, adanya ‘pasar’ budaya menolong, dan mentalitas maupun belum adanya perlindungan terhadap kelompok rentan.
Indonesia sendiri merupakan negara kedua terbesar setelah Amerika Serikat dalam hal penggunaan aplikasi TikTok, yaitu sebanyak 99,07 juta pengguna," katanya.
“Untuk meredam atau memberantas fenomena ngemis online bisa dilakukan dengan pembuatan regulasi yang jelas oleh pemerintah, masyarakat tidak mudah memberikan gift sticker, kreator konten sebaiknya memperbanyak konten yang positif, serta upaya pemblokiran TikTok apabila tidak memperbaiki sistem algoritmanya,” ucap Dian Ikha.
Sekretaris Persatuan Wartawan Indonesia Jawa Timur Eko Pamuji berpandangan, ngemis online merupakan tindakan mengeksploitasi diri sendiri dan orang lain untuk mendapatkan keuntungan.
Faktor pemicu utamanya adalah kecanduan dan masalah ekonomi. Tak jarang juga praktik ini dilakukan atas nama kreator konten.
“Dunia digital adalah dunia kita sekarang ini. Mari mengisinya dan menjadikannya sebagai ruang yang berbudaya, tempat belajar dan berinteraksi, serta tempat anak tumbuh berkembang. Dunia digital juga sekaligus menjadi tempat di mana kita sebagai bangsa hadir bermartabat,” tutur Eko.