TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day pada tanggal 8 Maret 2023 di kota New York, Regina Art kembali mementaskan monolog Cotton Candy.
Karya ini disadur dari Ruang Arumanis yang mengeksplorasi tema kekerasan seksual terhadap perempuan dalam suatu peristiwa kerusuhan.
Dalam kasus kekerasan seksual, perempuan masih menjadi kelompok rentan mendapat kekerasan seksual. Pun, dalam proses penegakan hukum seringkali mengabaikan kesehatan mental para penyintas.
Pada pementasan Cotton Candy, karakter Lisa digambarkan tengah berjuang mengatasi traumanya di sebuah lembaga kesehatan mental, dengan fasilitas yang memadai ternyata tidak serta merta dapat menyembuhkan luka batin yang Lisa rasakan.
Dan pada kenyataanya masih banyak korban kekerasan seksual yang tidak mampu menjangkau fasilitas kesehatan atau tidak mendapatkan pendampingan dari psikolog.
Dilansir dari website resmi International Women's Day tahun ini mengangkat tema Embrace Equity, yaitu memberi kesempatan dan dukungan bagi tiap perempuan sesuai dengan kondisi dan latar belakang tiap individu tersebut.
"Kami berharap kisah Lisa ini dapat mendorong banyak pihak untuk lebih memberikan dukunganya bagi pemulihan mental korban kekerasan seksual, sesuai dengan kondisi masing-masing korban. Karena mereka butuh penanganan yang tepat, dan harapan hidup yang masih panjang," ujar Joane Win setelah pementasan di Bowery Poetry, kota New York.
Dengan penjiwaan dan penguasaan panggung yang hebat, Joane Win berhasil menghantarkan pesan yang ingin disampaikan kepada para penonton.
Seperti yang disampaikan oleh Noemi dari Broadway League Administrators, "Saya sangat menyukainya, terasa sangat intens, saya dapat merasakan rasa sakit yang dia alami, saya merasa Joane Win seperti benar-benar mengalami kejadian tersebut pada saat dia tampil tadi," ujar Noemi.
Hal yang sama disampaikan oleh Leo Rubenfien seorang penulis buku dan fotografer terkenal di kota New York "Pertunjukan yang bagus, Joane Win sangat berbakat dan bisa menampilkan semua momen secara bertahap, yang bagus untuk penampilannya, jadi saya sangat menikmatinya."
Hadir pula Cathy, seorang perempuan Tionghoa yang kini berdomisili di New York, "Saya sampai terbawa suasana dan menangis sedih, karena teringat kerabat saya yang jadi salah satu korban ditengah kerusuhan yang terjadi di Jakarta dulu." ujar Cathy.
Beberapa staff di KJRI New York pun turut memberi dukungan atas pementasan tersebut. Tampak hadir ibu Marlene, Bapak Bayu, dan Bapak Ilham selama pertunjukan berlangsung.
"Pementasan dari Regina Art ini sangat bagus untuk mengenalkan karya sastra dari Indonesia, dengan penjiwaan yang baik kami sempat ikut emosional, pasti akan kami dukung lagi untuk pementasan berikutnya." kata Marlene dari KJRI di New York.
Dukungan untuk Regina,Art juga datang dari Aktivis Perempuan dan Produser Dokumenter tanah air yaitu Olin Monteiro.
Dalam keterangan tertulisanya Olin menyatakan bahwa seni dengan perspektif gender dan empati sangat penting untuk menyuarakan isu kekerasan terhadap perempuan dan mengangkat harkat bagi perempuan.
Ruang Arummanis/Cotton Candy berkreasi dalam monolog yang dengan nyata menjadikan seni lebih bermakna dengan penampilan yang menggugah penonton. Karya ini sekaligus berpihak pada suara korban yang selalu ditekan oleh suara-suara dalam pusaran gerak teknologi dan informasi di Indonesia yang kadang belum memperjuangkan kepentingan perempuan survivor.
Semoga lebih banyak karya seni yang lantang menggali isu-isu perempuan seperti Ruang Arummanis/Cotton Candy.
Indonesia Monologue Night akan diadakan kembali di kota Chicago pada pekan mendatang, ikuti media sosial instagram Regina Art (@regina_artmedia) untuk kabar terbaru.*