Padahal sebenarnya ibadah kurban juga memiliki dimensi lain yaitu dimensi kesalehan sosial yang sifatnya komunal-konkret (Arab: hablum minannas).
Pemaknaan akan dimensi sosial ini tergambar dari komponen pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin.
Di sini ditujukan untuk menimbulkan nuansa kepedulian kepada sesama.
Sayangnya pesan kedua ini tidak banyak dipikirkan oleh kebanyakan kaum muslim.
Barangkali, kebanyakan kaum muslim hanya terpaku pada pemberdayaan keimanan diri sendiri.
Seolah-olah menjadi orang yang religius atau paling agamis, sudah dirasa cukup baginya.
Namun sebagaimana Hadis di atas 'bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain,' maka pemberdayaan masyarakat menjadi sebuah kata kunci di sini.
Maka Idul Adha sejatinya tak hanya sekadar untuk menyembelih hewan kurban, namun ia juga merupakan momentum untuk memberi dan berbagi sebagai simbol ketakwaan dan penerapan kesalehan sosial.
Terlebih di masa pandemi yang belum betul-betul berakhir, ditambah keadaan perkenomian global yang tidak stabil sebagai dampak dari konflik di berbagai belahan dunia yang ikut berdampak terhadap perkenomian Indonesia yang mengakibakan harga komoditas menjadi lebih mahal.
Ma'asyiral Muslimin rahimakumullah….
Idul Adha (Hari Raya Qurban) sejatinya merupakan kesinambungan jalan kesalehan spiritual dan sosial dari Idul Fitri.
Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu yang kemudian dipungkasi dengan membayar zakat fitrah, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari bukti cinta, patuh, takwa, ketulusan berkorban, dan kerendahan hati yang kemudian dipungkasi dengan menyembelih hewan kurban dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya.
Dalam konteks yang lebih luas, kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang peduli kepada sesama.
Sejatinya mereka yang saleh secara individual berarti beriman dan bertakwa kepada Allah.