Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumamppow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan memberikan sanksi administrasi kepada calon peserta perseorangan DPD yang mencatut Nomor Induk Kependudukan (NIK) masyarakat sebagai dukungan terhadap dirinya.
Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari mengatakan sanksinya berupa pengurangan sebanyak 50 dukungan terhadap calon DPD tersebut.
“Orang yang hendak mendaftarkan diri sebagai calon peserta pemilu perseorangan DPD itu kan harus menyerahkan dukungan warga sesuai daerah pemilihannya dengan batas minimal sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang pemilu,” kata Hasyim kepada awak media di Kompleks Senayan, Selasa (24/1/2023).
“Kalau ditemukan seperti itu (pencatutan) diberikan sanksi pengurangan, kalau satu nama dikurangi 50 nama. Ketentuannya di Undang-Undang,” tambahnya.
Namun berdasarkan Peraturan KPU (PKPU), lanjut Hasyim, untuk bisa diberi sanksi tentu harus dilakukan pembuktian terlebih dahulu.
“Karena di Undang-Undang disebutkan ‘dipalsukan’, sehingga pemalsuan ini kan tindak pidana dan lebih spesifik lagi tindak pidana pemilu. Maka harus dipastikan dulu,” jelasnya.
Hal yang harus dipastikan, ialah putusan dari pengadilan yang menyatakan dokumen dari nama yang dicatut dipalsukan.
Baca juga: Posko Aduan Bawaslu Catat Pencatutan NIK Dukungan DPD Tertinggi di Aceh
Diketahui, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mencatat ada ratusan dugaan pencatutan nama dan nomor induk kependudukan (NIK) masyarakat untuk dukungan DPD.
Berdasarkan hasil rekap data yang didapat dari posko aduan di 21 provinsi, sejak 15 hari dibuka hingga 19 Januari 2023, Bawaslu mencatat setidaknya terdapat 313 aduan masyarakat.
Tiga teratas aduan terbanyak ada di Provinsi Aceh, yaitu sebanyak 56 aduan, kemudian disusul oleh Provinsi Jawa Timur sebanyak 35 aduan, dan Provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 29 aduan.