TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun penyelenggaraan Pemilu dengan proporsional tertutup dinilai hanya untungkan PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saja.
"Partai-partai semacam PDI Perjuangan dan PKS itu akan lebih baik kalau sistem pemilunya memang tertutup karena mereka tidak melihat sosok per sosok karena mereka lebih banyak kecenderungannya melihat partai politik," ujar Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah dalam diskusi virtual, Sabtu (11/3/2023).
Dedi menjelaskan pemilih kedua partai tersebut disebut tak lagi melihat sosok figur calon legislatif.
Konstituen PDIP dan PKS bakal mendukung siapapun tokoh yang didorong oleh petinggi parpol tersebut.
"Ada asumsi siapapun tokoh yang dijagokan PDI Perjuangan kemungkinan besar akan menang di wilayah yang PDI Perjuangan kuat. Begitu juga dengan PKS. Siapapun tokoh yang diusung PKS, sepanjang di wilayah pertempurannya maka besar kemungkinan akan menang. Tidak peduli tokoh itu populer atau tidak," ungkap Dedi.
Kendati demikian, kata Dedi, pemilu dengan proporsional tertutup dinilai akan merugikan partai politik lainnya.
Karena, mayoritas parpol lainnya masih sangat bergantung dengan kekuatan calon legislatif yang mereka usung.
"Jadi kalau dilihat pragmatis yang diuntungkan dari sistem tertutup selain partai politik yang di luar parlemen sekarang itu PDI Perjuangan dan PKS. Tetapi sisi yang lainnya potensi besar kemungkinan ditolak oleh partai yang lain karena partai yang lain kebanyakan berkebalikan dengan PDI Perjuangan atau dengan PKS. Mereka mengharapkan suara itu lebih banyak dari tokoh tokoh," jelasnya.
Baca juga: PPP DKI Jakarta Siap Jika Pemilu Gunakan Sistem Proporsional Tertutup
Dijelaskan Dedi, fakta itu bisa dilihat dengan hasil pemilu 2019 lalu. Faktanya, kemenangan partai politik di hampir semua daerah pemilihan (dapil) sangat rendah.
"Kebanyakan kemenangan di caleg yang langsung memilih kepada tokoh. Artinya mayoritas suara politik yang ada di parlemen itu adalah sumbangsih para tokoh dari kader atau calon legislatif mereka," ungkap Dedi.
Karena itu, Dedi menambahkan jika nantinya uji materi terkait proporsional tertutup berhasil diupayakan oleh PDIP, maka nantinya bukan tidak mungkin banyak calon legislatif yang terpilih akan mundur secara perlahan.
"Artinya kekuasaan partai yang bisa menentukan siapa yang terpilih di parlemen atau tidak itu akan menentukan bagaimana dinamika di tingkatan bawah," tukasnya.
Seperti diketahui, sidang uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka terdaftar dengan perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.
Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.
Baca juga: KPU Resmi Ajukan Banding Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu 2024
Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.
“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.
“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.
Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.
Apa Itu Sistem Proporsional Tertutup?
Pada Pemilu sebelumnya KPU menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional adalah sistem dimana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Baca juga: Tiga Poin Memori Banding KPU Atas Putusan PN Jakarta Pusat terkait Penundaan Pemilu 2024
Perbedaan lainnya, pada sistem proporsional terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara dengan proporsional terbuka maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.