TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Buruh akan melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah di seluruh Indonesia untuk menolak presidential threshold.
Tidak hanya itu, Partai Buruh juga akan melakukan longmarch Bandung-Jakarta untuk mengkampanyekan ke masyarakat luas.
Sebelumnya disampaikan, penolakan Partai Buruh terhadap Presidential Threshold diawali dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi pada tanggal 20 Juli 2023.
Bertepatan dengan gugatan didaftarkan, ribuan buruh akan menggelar aksi unjuk rasa.
"Ini yang membedakan uji materiil terhadap Presidential Threshold yang dilakukan Partai Buruh. Judicial review akan kami iringi dengan aksi-aksi besar ribuan orang di berbagai daerah," ujar Said Iqbal dalam keterangannya, Minggu (16/7/2023).
Selain aksi, buruh juga akan melakukan longmarch Bandung-Jakarta untuk melakukan kampanye menolak presidential threshold.
Di mana di sepanjang jalan yang dilalui saat longmarch, buruh akan membagikan selebaran dan petisi dukungan.
Tidak cukup dengan itu, Said Iqbal juga akan melakukan kampanye internasional.
Terlebih di beberapa negara seperti Brasil dan Selandia Baru, Partai Buruh berkuasa.
Melalui serikat buruh yang ada di berbagai negara, pihaknya akan melobi agar dunia ikut bersuara terkait presidential threshold yang menciderai demokrasi.
"Kebetulan saya juga pengurus PBB dalam hal ini Governing Body ILO. Saya akan berkomunikasi dengan serikat buruh di seluruh dunia untuk ikut menyuarakan permasalan ini," tegasnya.
Baca juga: Perempuan Partai Buruh Batal Jadi Caleg Karena Dilarang Suami, KPPI: Sisi Negatif Budaya Patriarki
Said Iqbal menilai, ambang batas ini bukan memperkuat sistem presidensial, melainkan menciptakan demokrasi terpimpin.
Ia membandingkan situasi di Indonesia dengan Timor Leste yang pemilu presidennya diikuti 16 kandidat, padahal jumlah penduduknya jauh lebih kecil.
Partai Buruh juga menyinggung bagaimana Barack Obama, pada Pilpres AS 2008, memiliki 12 kandidat sebagai kompetitor.
Menurut Iqbal, ketentuan ini merugikan konstituen Partai Buruh yang merupakan kelas pekerja.
Sebab, ambang batas pencalonan presiden itu akan melanggengkan oligarki di tingkat eksekutif dan legislatif dan menghasilkan produk undang-undang yang menguntungkan mereka dan merugikan kelas pekerja.
Karena kepemimpinannya buruk, dari proses yang buruk, maka produk undang-undangnya pun pasti buruk. Dia mencontohkan UU KPK, KUHP, himgga UU PPSK.
Sedangkan undang-undang yang diinginkan rakyat seperti UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tak kunjung disahkan.