TRIBUNNEWS.COM - Partai Demokrat diprediksi akan mendapatkan kursi menteri di pemerintahan 2024.
Hal itu diungkapkan pengamat politik dari Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, Suwardi.
Demokrat diketahui tengah menggodok ke mana dukungan akan diarahkan setelah mencabut dukungannya terhadap Anies Baswedan sekaligus hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Ketimbang membuat poros baru, Demokrat kemungkinan besar akan memilih antara mendukung Prabowo Subianto atau Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Suwardi menyarankan Demokrat untuk fokus ke pemilu legislatif (Pileg) untuk mengantar mereka memiliki kursi menteri di pemerintahan selanjutnya.
"Kalau presiden kan cuma satu jabatannya, tapi kalau Pileg bisa ratusan kursi seluruh Indonesia."
"Di tingkat nasional, Demokrat sudah mampu memperoleh 9-10 persen, ini kalau mampu dipertahankan, itu nanti siapapun presidennya, kalau komunikasi politiknya berjalan dengan baik dan mau merapat, itu paling tidak dua kursi menteri," ungkap Suwardi dalam talkshow Overview Tribunnews, Kamis (7/9/2023).
Baca juga: Demokrat Solo Bersyukur Partainya Keluar Koalisi Perubahan, Sarankan Dukung Ganjar Pranowo
Bila Demokrat bisa mendapat total suara 12-13 persen, lanjut Suwardi, bisa saja mendapat tiga kursi menteri.
"Dan itu yang kemudian diharapkan bisa diperoleh melalui mendukung calon presiden yang menang."
"Tetapi misalkan Demokrat nanti berkoalisi dengan PDIP, tetapi yang menang Prabowo, maka kemudian misal membentuk poros pemerintahan, Demokrat merapat ke Pak Prabowo, paling tidak dua kursi itu kalau 9-10 persen, itu sudah bagus," ujarnya.
Demokrat Ingin Duduk di Pemerintahan
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat, Agust Jovan Latuconsina, mengatakan Demokrat bertekad masuk jajaran pemerintahan di tahun 2024 mendatang setelah dua periode menjadi partai oposisi.
Saat ini partai yang dinahkodai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu tengah mengalkulasi kemana dukungan Demokrat akan dilabuhkan.
Meski ada peluang membentuk poros baru, Demokrat dikatakan kemungkinan besar akan merapat ke dua koalisi yang sudah ada, baik kubu Prabowo Subianto ataupun kubu Ganjar Pranowo.
"Jawabannya (kemana arah koalisi Demokrat) simpel sebetulnya, Demokrat sepakat mulai dari unsur pimpinan sampai di Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Demokrat bisa ikut koalisi yang menang untuk ikut duduk di pemerintahan," ungkap Jovan.
Jovan mengatakan, sejak awal Demokrat mengusung tagline perubahan dan perbaikan.
Baca juga: Usai Cabut dari KPP, Demokrat: Pilihan Tinggal ke PDIP atau Gerindra
"Karena kita punya tema perubahan dan perbaikan, itulah sebabnya kita bercita-cita untuk bisa duduk bergabung di pemerintahan."
"Karena kalau tidak duduk di dalam pemerintahan, maka sulit melakukan perubahan dan perbaikan," ujarnya.
Menurutnya, selama menjadi partai oposisi selama periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Demokrat kesulitan menyuarakan gagasan perubahan dan perbaikan.
"(Dua periode) kami berperan sebagai pihak check and ballancing, maka kita lebih tahu mana bidang dan sektor yang perlu diperbaiki, perlu diubah, catatan kami Insya Allah lebih lengkap daripada pihak pemerintah," ujarnya.
Ditambahkan Jovan, peluang duduk di pemerintahan akan menjadi lebih kecil bila membuka poros baru.
"Kalau mau buka poros baru, seberapa besar kans bisa menang untuk duduk di pemerintahan, atau sekadar namanya ada di dalam kertas suara, yang penting ikut berlayar untuk cocktail effect, itu sedang kita hitung."
"Lalu kemana berlabuhnya? Apakah kubunya Pak Ganjar atau Pak Prabowo? Ya to be honest, dua-duanya sedang kita jajaki, tapi kita menyerahkan kepada Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat, kami yakin petinggi partai memutuskan yang terbaik bagi Demokrat," ujarnya.
Baca juga: Respons Juru Bicara Demokrat Sikapi Wacana Pertemuan SBY dan Megawati
Cabut Dukungan untuk Anies Baswedan
Diketahui, Demokrat telah memutuskan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) per Jumat (1/9/2023).
Hal ini merupakan keputusan dari rapat Majelis Tinggi Partai (MTP) Demokrat.
Adapun keputusan ini diketahui melalui cuitan dari Wakil Sekjen Partai Demokrat, Jansen Sitindaon di akun X (Twitter), @jansen_jsp.
Tak hanya itu, Jansen menuliskan Partai Demokrat secara otomatis juga tidak lagi mendukung Anies Baswedan sebagai capres.
"Keputusan MTP Partai Demokrat malam ini:
1. Kami Partai Demokrat memutuskan MENCABUT DUKUNGAN KE ANIES BASWEDAN dalam Pilpres 2024;
2. Kami Partai Demokrat memutuskan TIDAK LAGI BERADA/KELUAR DARI KOALISI PERUBAHAN karena telah terjadi pengingkaran terhadap isi piagam koalisi," tulisnya.
Baca juga: Soal Peluang AHY Jadi Cawapres Ganjar Pranowo, PPP: Demokrat Masuk Saja Belum
Seperti diketahui sebelumnya, Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengungkapkan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh telah secara sepihak menunjuk Cak Imin menjadi cawapres Anies.
Hal ini diketahui dari rilis pers yang diterima Tribunnews.com pada Kamis (31/9/2023).
Riefky mengatakan keputusan itu diambil usai Surya Paloh dan Cak Imin bertemu di Nasdem Tower, Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (29/8/2023).
Dirinya mengatakan penunjukan tersebut tanpa sepengetahuan anggota koalisi yaitu Partai Demokrat dan PKS.
"Pada Selasa malam, 29 Agustus 2023, di Nasdem Tower, secara sepihak Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapres Anies, tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS," kata Riefky.
Baca juga: SBY Bongkar Dugaan Jokowi Terlibat di Balik Anies-Muhaimin, Ucap Musang Berbulu Domba Sindir Siapa?
Bahkan, Riefky menyebut bahwa penunjukan Cak Imin oleh Surya Paloh juga tanpa sepengetahuan Anies.
Ia mengatakan Anies baru tahu setelah Surya Paloh memanggilnya dan meminta agar menerima keputusannya.
Artikel lain terkait Pilpres 2024
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yohanes Liestyo Poerwoto)