Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Wakil Presiden (cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin merespons adanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
LHP PKN itu menyangkut proyek Pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Tahun Anggaran 2012.
Proyek pengadaan tersebut terjadi saat Muhaimin Iskandar menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) pada periode pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
"Biasa itu, proses yang harus dilalui dalam sebuah tugas-tugas BPK ya lanjutkan lagi sesuai aturan," kata Cak Imin di Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/1/2024).
Cak Imin mengatakan dirinya telah dimintai keterangan terkait kasus tersebut.
"Urusannya enggak ada dengan saya," kata Ketua Umum PKB itu.
Dia juga enggan menduga-duga ada tidaknya unsur politis terkait laporan itu.
"Saya enggak tahu," tandasnya.
Baca juga: Soal Dugaan Aparat Jadi Beking Tambang Ilegal, Mahfud MD: Itu Pidato Resmi Ketua KPK
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) dan Penghitungan Kerugian Negara (PKN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di kantor BPK Jakarta, Senin (15/1/2024) lalu.
Dilansir dari lama resmi BPK RI, Pemeriksaan Investigatif dan PKN ini dilakukan BPK berdasarkan permintaan dari KPK. Hasil pemeriksaan tersebut sebagai berikut:
LHP PKN atas Pengadaan Sistem Proteksi Tenaga Kerja Indonesia pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) Tahun Anggaran 2012.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses perencanaan pengadaan, pemilihan penyedia, pelaksanaan dan pembayaran hasil pekerjaan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp17.682.445.455,00.
LHP PKN atas Pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) Corpus Christi Liquefaction LLC pada PT Pertamina (Persero).
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam proses pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC yang mengakibatkan kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) sebesar USD113,839,186.60.
LHP PI atas Kegiatan Investasi berupa Akuisisi Perusahaan Maurel & Prom (M&P) oleh PT Pertamina (Persero) melalui PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) Tahun 2012 s.d. 2020.
Baca juga: Kemhan Dilaporkan ke Bawaslu Buntut Cuitan Kampanye Prabowo
Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam Kegiatan Investasi Tahun 2012 s.d. 2020 pada PT Pertamina (Persero) yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya sebesar USD60,000,000.00.
Penyerahan LHP ini dilakukan oleh Wakil Ketua BPK, Hendra Susanto, kepada Ketua KPK Nawawi Pomolango.
"Besar harapan kami dua LHP PKN tersebut dapat dimanfaatkan secara optimal dalam proses penuntutan dan pengadilan kasus, dan satu LHP PI dapat dimanfaatkan untuk memproses lebih lanjut kasus terkait ke tahap penyidikan," jelas Hendra Susanto.
Kegiatan ini juga dihadiri antara lain oleh Ketua BPK Isma Yatun, Anggota I BPK Nyoman Adhi Suryadnyana, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, serta Tortama Investigasi BPK dan Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.