News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Masa Tenang 11-13 Februari, Penjelasan Pakar hingga Aturan dan Larangan Bagi Peserta Pemilu 2024

Penulis: Rifqah
Editor: Garudea Prabawati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel di lokasi penemuan jenazah, Cinere, Depok, Jum'at (8/9/2023). - Inilah penjelasan pakar soal perlunya ada masa tenang Pemilu hingga deretan aturan dan larangan bagi peserta Pemilu saat masa tenang.

TRIBUNNEWS.COM - Mulai hari ini, Minggu (11/2024), tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) sudah mulai memasuki masa tenang, setelah masa kampanye dilakukan dari 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.

Di mana, masa tenang tersebut tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye Pemilu.

Masa tenang ini akan berlangsung selama tiga hari, dimuali hari ini, Minggu  hingga Selasa (13/2/2024) mendatang.

Kemudian, pada Rabu, (14/2/2024), rakyat secara bersama-sama memberikan hak suaranya di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

Lantas, adanya masa tenang tersebut untuk apa?

Berikut adalah penjelasan dari Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel soal masa tenang Pemilu.

Reza memaparkan hasil studi mengenai diperlukannya masa tenang tersebut.

Berikut hasil studinya:

1) Peningkatan ekspos kampanye politik di media massa, apalagi plus media sosial, disusul oleh peningkatan angka kecemasan masyarakat.

2) Itu menambah beban terhadap kesehatan mental yang telah masyarakat derita sejak keluarnya putusan MK beberapa bulan silam. Putusan MK itu membuat Gibran serta-merta memenuhi syarat usia untuk maju sebagai cawapres.

"Memang betul-betul ada pengaruh putusan hukum terhadap kondisi batin publik?," kata Reza, dikutip dari Wartakotalive.com.

Baca juga: Aktivitas Capres dan Cawapres 2024 di Masa Tenang: Berdoa, Silaturahmi hingga Kembali Bekerja

"Ya. Putusan di Mahkamah Agung Amerika Serikat, yang juga  menjungkirbalikkan peraturan perundang-undangan, diketahui berasosiasi dengan depresi dan kecemasan pada khalayak luas," kata Reza.

3) Bukan hanya masyarakat awam. Polisi, yang secara kultural harus "siap, 86, perintah!", pun tidak imun terhadap stres hebat.

"Salah satu penyebabnya adalah citra buruk lembaga kepolisian sebagaimana dipotret media."

"Dan sulit disangkal; pada bulan-bulan terakhir ini bertubi-tubi pemberitaan tentang penyalahgunaan alat-alat negara, spesifik institusi kepolisian, untuk tujuan politik partisan oleh penguasa," papar Reza.

"Tugas ekstra" itu, katanya menyedot stamina polisi.

Menurut Reza, potret buruk oleh media, juga memengaruhi relasi polisi dan khalayak, sehingga pada gilirannya secara kuat menekan psikis personel polisi.

4) Sebagian elit dari hari ke hari kian risau akan dinamika elektabilitas.

"Pandangannya terhadap dunia semakin negatif. Dari unpredictable, threatening, hingga dangerous."

"Penanda kegalauan parah itu adalah tindak-tanduk elit politik yang kian urakan, slebor, dan vulgar," katanya.

5) Bedakan antara kampanye hitam dan kampanye negatif.

"Kampanye negatif berbasis pada fakta tentang keburukan dan kegagalan politikus."

"Rasanya, dibanding kampanye positif, kabar-kabar negatif lebih menempel di ingatan khalayak luas," ujar Reza.

Hitung-hitungan di atas kertas, itu justru mempertinggi kemungkinan golput (political turnout) atau pun meradikalisasi sikap politik.

Waspadai kekecewaan dan kegusaran yang berkepanjangan pasca pemilu.

6) Kandidat presiden yang hasil surveinya menunjukkan elektabilitas yang tinggi jangan buru-buru gembira.

Pasalnya, dibandingkan kontestan yang kalah, sang presiden umurnya 2,7 persen lebih pendek.

Pemenang pilpres juga 23 persen lebih tinggi risikonya mengalami kematian dini.

Jadi, kita memang butuh masa tenang. Masyarakat perlu manfaatkan waktu untuk healing, apalagi para capres.

Mereka perlu berpikir ulang. Sadarlah, bahwa semakin terlena capres oleh hasil survei, sesungguhnya semakin cepat pula nantinya--pasca dilantik--ia pulang ke alam baka.

Aturan dan Larangan Bagi Peserta Pemilu 2024 saat Masa Tenang

Pada Pasal 278 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017, selama masa tenang, pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu dilarang menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk:

  • Tidak menggunakan hak pilihnya
  • Memilih pasangan calon
  • Memilih partai politik peserta pemilu tertentu
  • Memilih calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota tertentu
  • Memilih calon anggota DPD tertentu

Apabila nantinya terdapat pihak yang melanggar ketentuan tersebut, maka akan diancam dengan pidana penjara empat tahun dan denda Rp 48 juta.

“Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja pada Masa Tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 48.000.000,00 (empat puluh delapan juta rupiah),” bunyi Pasal 523.

Selain itu, selama masa tenang media massa cetak, media daring, media sosial, dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan, rekam jejak peserta pemilu, atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye pemilu yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu selama masa tenang.

Selama masa tenang, lembaga survei juga dilarang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang pemilu. Jika melanggar, akan dikenakan pidana penjara dan denda.

“Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau jajak pendapat tentang Pemilu dalam Masa Tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 449 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah),” bunyi Pasal 509.

Jadwal dan Tahapan Pemilu 2024 Selanjutnya

  • Masa tenang: 11-13 Februari 2024
  • Pemungutan dan penghitungan suara:
  1. Pemungutan suara: 14 Februari 2024
  2. Penghitungan suara: 14-15 Februari 2024

- Rekapitulasi hasil penghitungan suara: 15 Februari 2024-20 Maret 2024

- Penetapan hasil Pemilu:

  • Tidak ada PHPU (perselisihan hasil Pemilu): paling lambat 3 hari setelah pemberitahuan dari MK
  • Ada PHPU: paling lambat 3 hari setelah putusan MK

- Pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota:

  • DPRD Kabupaten/Kota: Disesuaikan dengan akhir masa jabatan masing-masing anggota DPRD Kabupaten/Kota
  • DPRD Provinsi: Disesuaikan dengan akhir masa jabatan masing-masing
  • Presiden dan Wakil Presiden: 20 Oktober 2024.

Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive.com dengan judul Perlunya Masa Tenang, Pakar: Supaya Capres Tidak Semakin Cepat Pulang ke Alam Baka dan TribunJakarta.com dengan judul Hari Terakhir Masa Kampanye, Catat 5 Hal yang Tidak Boleh Dilakukan saat Masa Tenang Pemilu 2024.

(Tribunnews.com/Rifqah) (Wartakotalive.com/Budi Sam Law Malau) (TribunJakarta.com/Muji Lestari)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini