News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Perkumpulan Jaga Pemilu Sebut Salah Input Data Sirekap Jadi Pelanggaran Tertinggi

Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Jumpa pers Perkumpulan Jaga Pemilu, Sabtu (17/2/2024).

Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Salah input data dalam sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) menjadi pelanggaran tertinggi (25 persen) yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI selaku penyelenggara Pemilu 2024 sejak H-1 hingga H+3 Pencoblosan.

Pelanggaran tertinggi berikutnya adalah kesalahan administrasi tata cara pelayanan pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan para petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di lapangan sebesar 22 persen.

“Sangat disayangkan bahwa sudah enam kali berturut-turut kita melakukan pemilu, berbagai kecurangan atau kesalahan yang terjadi," kata Sekretaris Perkumpulan Jaga Pemilu Luky Djani dalam jumpa pers daring, Sabtu (17/2/2024).

"Termasuk kesalahan administratif seperti dua hal tertinggi tersebut, belum bisa diminimalisir,” ia menambahkan.

Baca juga: Real Count KPU Suara PPP Tembus 4,15 Persen, Sandiaga Minta Kader Kawal Rekapitulasi hingga Akhir

Menurut Luky, kedua kesalahan itu diperoleh dari pantauan yang pihaknya lakukan di hampir 7.000 tempat pemungutan suara (TPS).

Luky juga menjelaskan, selain salah input Sirekap dan kesalahan administrasi tata cara pemilu, ada pula persoalan netralitas penyelenggara, politik uang di H-1 sampai menjelang pencoblosan juga ada kesalahan terkait dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Baca juga: Beda Perolehan Hitungan Suara dengan Sirekap di Kairo Mesir, KPU RI Buka Suara

"Misalnya, ada nama di daftar tapi tidak menerima surat panggilan. Atau sebaliknya, ada anggota keluarga yang sudah wafat tapi menerima surat panggilan,” kata Luky.

Jika dibandingkan, apa yang terjadi di Pemilu 2024 tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan Pemilu 1992 ketika Orde Baru masih berkuasa.

Artinya, setelah 30 tahun Indonesia menyelenggarakan pemilu bebas, berbagai kesalahan masih terus terjadi.

Menurut Luky, secara berkala, organisasi pemantau pemilu juga akan terus berbagi temuan dengan masyarakat sampai seluruh proses pemilu selesai dan keputusan final diketok.

“Ini adalah ikhtiar kami untuk tidak membiarkan kecurangan maupun kesalahan-kesalahan Pemilu terjadi begitu saja dengan tujuan agar Pemilu ke depan bisa berlangsung adil, tidak ada silent operation dilakukan oleh mereka yang ingin berkuasa,” kata Luky.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini