Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) perlu diaudit agar menjaga marwah dari KPU.
Tak hanya itu, Ujang juga mengungkapkan setiap program dan kegiatan termasuk Sirekap yang dibiayai anggaran negara berhak untuk diaudit.
Diketahui sejak grafik dan tabulasi data perolehan suara Sirekap ditutup. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyarankan publik agar mengakses hasil penghitungan perolehan suara resmi melalui KPU daerah masing-masing.
"Harus di audit forensik (Sirekap) apalagi misalkan ditemukan kesalahan-kesalahan. Agar kita menjaga marwah KPU juga. Tidak disalahkan dan dilindungi," kata Ujang, Senin (11/3/2024).
Baca juga: Eks Wakapolri Oegroseno Sebut Polisi Bisa Periksa KPU hingga Police Line Server Sirekap
Menurut Ujang jika nantinya Sirekap diaudit dan tidak ditemukan masalah, itu merupakan hal yang bagus.
"Misalkan Sirekap diaudit tidak ada masalah dan itu bagus. Itu menunjukkan bukan kesalahan pada penyelenggara pemilu," ujar dia.
Ujang menegaskan bahwa audit forensik Sirekap diperlukan agar ada transparansi dan tidak ada kejadian serupa di kemudian hari.
Baca juga: Kini KPU Ngaku Memang Terjadi Kesalahan di Dalam Sirekap
"Karena itu, kita harus terbuka dan transparan saja. Kalau tidak salah jangan takut diaudit. Karena setiap anggaran negara harus diaudit," tegasnya.
Diketahui bermasalahnya data hitung suara (real count) di Sistem Rekapitulasi Suara (Sirekap) membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) berada di situasi serba salah.
KPU diketahui memutuskan menghentikan penayangan diagram update hasil hitung suara di laman pemilu2024.kpu.go.id mulai Selasa (5/3/2024) malam.
Anggota KPU RI, Idham Holik, mengatakan saat ini pihaknya hanya menampilkan bukti autentik hasil perolehan suara, dalam hal ini foto formulir Model C.Hasil.
Model C.Hasil itu nantinya dimasukkan ke Sirekap untuk kemudian dipindai datanya. Namun Sirekap berulang kali mengalami galat sehingga mengakibatkan jumlah perolehan suara hasil pindai dan di Model C.Hasil jadi berbeda.
"Ketika hasil pembacaan teknologi Sirekap tidak atau kurang akurat dan belum sempat diakurasi oleh uploader, KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara), dan operator Sirekap KPU Kabupaten/Kota akan jadi polemik dalam ruang publik yang memunculkan prasangka," ujar Idham, Selasa.