Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman sebagai bakal calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta dapat menjadi langkah yang berisiko tinggi.
Hal ini mengingat posisi PKS yang berada di luar pemerintahan dan hanya memiliki perolehan suara di parlemen yang tidak lebih dari 10 persen.
Baca juga: Politikus PKS Usul Pembentukan Satgas Buntut Serangan Siber Terhadap PDN
"Perlu diapresiasi bahwa keputusan ini merupakan sikap konsisten PKS. Tapi dalam politik elektoral, kita perlu membentuk dukungan dengan pihak lain untuk memenuhi persyaratan pencalonan," ujar Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti dalam keterangannya, Jumat (28/6/2024).
PKS, menurut Felia, dikenal sebagai partai yang sangat konsisten dengan nilai-nilainya dan jarang membuka ruang kerja sama dengan pemerintahan atau kelompok yang berada di pemerintahan.
Mereka tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang mereka yakini meskipun hal ini sering kali mengisolasi mereka dari arus utama politik.
Meskipun demikian, suara mereka di legislatif tidak cukup signifikan untuk mengusung kadernya sendiri tanpa koalisi dengan partai lain.
"Kalau orientasi PKS untuk menang, jelas tidak bisa kalau jalan sendirian," tambah Felia.
Baca juga: Ahmad Syaikhu Harap Sekolah Kepemimpinan Partai Bisa Jadi Bekal Para Kader PKS
Di sisi lain, pencalonan Anies Baswedan dan Sohibul Iman oleh PKS juga bisa dilihat sebagai strategi untuk memperkuat posisi mereka di mata pemilih yang mencari alternatif dari kandidat-kandidat yang lebih mainstream.
Namun, tantangan yang dihadapi oleh PKS dan pasangan calon ini tidaklah mudah.
Di tengah situasi politik yang dinamis dan adanya wacana pencalonan Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep sebagai calon gubernur DKI Jakarta semakin menguat.
"Jika wacana ini terealisasi, dipastikan banyak partai politik yang akan tertarik untuk bergabung dan mendukung Kaesang, mengingat popularitas dan pengaruh politik keluarganya. Belum lagi faktor Jokowi dan para pendukungnya, serta pengalaman di Pilpres 2024 kemarin," tuturnya.