TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kelompok suporter klub sepakbola Perserikatan Sepak Bola Jakarta Utara (Persitara) NJ Mania meminta kontestasi pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta tahun 2024 mempolitasi isu sepakbola.
Tidak hanya bagi para pasangan calon (Paslon) dan tim pemenangan, semua pihak diharapkan bisa menjaga kondusivitas serta tidak menarik sepakbola menjadi isu politik di Pilkada Jakarta 2024.
Ketua Umum NJ Mania, Parid mengatakan, merupakan hal wajar para kontestan politik melakukan pendekatan untuk mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Namun demikian, isu yang berkembang belakangan ini malah menjadikan sepakbola menjadi komoditas politik yang berpotensi memecah belah ekosistem sepakbola.
Baca juga: Nama Ahok Tidak Masuk Tim Pemenangan di Pilkada Jakarta, Ini Kata Pramono Anung
"Tidak salah setiap Paslon mencoba membangun relasi dan dukungan dari salah satu kelompok suporter klub besar. Yang jadi persoalan ketika ada politisasi dengan dikotomi identitas dan berpotensi memicu gesekan akar rumput," katanya.
Dijelaskan Parid, secara sosial dan psikologis, suporter umumnya memiliki karakter yang loyal dan militan.
Tidak hanya loyal dan militan dalam memberi dukungan di pinggir lapangan, para suporter sepakbola merupakan pribadi yang menjadikan klub idolanya sebagai bagian dari identitas diri.
Dilanjutkan Parid, kebanyakan dari anggota suporter adalah anak muda yang secara psikologi masih dalam proses pencarian jati diri dan cenderung labil.
Karena itu, membuat dikotomi yang tajam dan memancing emosi dengan isu perbedaan identitas klub secara serampangan akan rawan memicu konflik.
Dengan segala pertimbangan tersebut, mempolitisasi isu sepakbola menurut Parid akan berdampak luas dan berkelanjutan ke depannya.
Menurutnya, tidak akan selesai saat kontestasi berkesudahan, dampak perpecahan yang timbul nantinya bakal menjadi akar persoalan dan kerawanan sosial baru.
Baca juga: KGN Gelar Konsolidasi Politik Sambut Pilkada Jakarta 2024
"Jangan dibuat seolah, misal A adalah pendukung Biru dan musuh dari pendukung oranye. Imbasnya tidak hanya saat Pilgub saja, pasti berkepanjangan," tegasnya.
Diingatkan Parid, saat ini kepemimpinan Erik Tohir di PSSI terus berupaya membangun harmonisasi ekosistem sepakbola.
Parid mengatakan, tidak hanya berusaha meraih prestasi, visi PSSI saat ini ditafsirkannya membangun sepakbola menjadi alat perekat bangsa.
Selain mengingatkan bahaya perpecahan dampak dari politisasi isu sepakbola, Parid juga berharap para kandidat bisa memberikan perhatian dan kesempatan setara kepada seluruh kelompok masyarakat di Jakarta.
Dicontohkannya, perlakuan tehadap kelompok masyarakat eks Kampung Bayam agar tidak diberi eksklusivitas dan kesempatan yang sama dengan warga lain untuk mendapat hunian di Rusun JIS.
Baca juga: Ridwan Kamil Datangi Rumah JK, Sinyal RK-Suswono Dapat Endorse Anies di Pilkada Jakarta?
"Pembangunan JIS serta Rusun itu dari duit warga Jakarta. Kesempatan ekslusif memiliki Rusun bagi mereka akan membangun kecemburuan dan rasa ketidakadilan bagi masyarakat," ujarnya.
Karena itu, Ia mengimbau para kandidat Cagub dan Cawagub bisa mempelajari lebih dalam tentang akar budaya dan sosial di DKI Jakarta agar memiliki pemahaman yang utuh berbagi hal di Jakarta.
Seperti halnya klub sepak bola era perserikatan, dibangun berbasis kota, dan DKI Jakarta saat ini memiliki 5 kota serta 1 kabupaten administrasi.
"Paslon bertemu Bang Foke untuk memahami budaya Betawi itu sudah langkah bagus. Tapi kami harap juga pelajari akar sosial lain sehingga akselerasi Jakarta menuju kota global akan lebih smooth dan mulus," katanya.