Ahmad Irawan juga mengingatkan bahwa kerangka hukum pemilu telah mengatur berbagai jenis pelanggaran, baik administrasi, etika, maupun disiplin.
"Tidak semua pelanggaran dalam proses pemilu harus dipidana. Bisa saja berupa sanksi administratif, pemecatan, atau mutasi," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa pembatasan hak dan kebebasan seseorang melalui pemidanaan harus diatur melalui undang-undang oleh legislatif, bukan keputusan yudisial.
Sebab itu, Irawan menyarankan agar MK lebih menghormati mekanisme legislasi yang sudah ada, di mana DPR dan Presiden memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan undang-undang terkait.
"DPR dan Presiden selalu responsif terhadap putusan MK dengan memasukkan perubahan ke dalam Program Legislasi Nasional. Jadi, tidak semua hal perlu diselesaikan oleh MK," katanya.
Lebih lanjut, Ahmad Irawan meminta agar MK melakukan introspeksi dan menghindari intervensi yang berlebihan dalam kebijakan hukum.
"Pengendalian diri dan saling menghormati antar lembaga negara adalah inti dari prinsip konstitusionalisme. Jangan sampai putusan dibuat hanya karena alasan teknis norma yang dianggap tidak konsisten," tandasnya.