TRIBUNNEWS.COM - Orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks yang menolak dinas militer semakin disorot oleh pemerintahan zionis Israel.
Bahkan Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid menyerukan untuk menolak pemberian dana pemerintah dan paspor untuk warga Yahudi ultra-Ortodoks.
“Perekrutan Haredi adalah masalah nilai, dan mereka harus mendaftar (menjadi pasukan Israel atau IDF),” kata Lapid kepada Radio Angkatan Darat Israel, Minggu (17/11/2024).
Diketahui Haredi adalah istilah Ibrani untuk orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks. Mereka merupakan kelompok Yudaisme yang paling taat dan konservatif, dengan praktik keagamaan dan ajaran moral yang ketat.
“Jika tidak, mereka tidak boleh menerima anggaran dari pemerintah, mereka seharusnya tidak mendapatkan paspor, dan mereka seharusnya tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan ke Uman (Ukraina).”
Setiap tahun, ribuan orang Yahudi ultra-Ortodoks melakukan perjalanan ke kota Ukraina Uman untuk merayakan Tahun Baru Yahudi.
Masalah pendaftaran Haredi tetap diperdebatkan, mengutip Anadolu Agency.
Orang-orang Yahudi ultra-Ortodoks menentang dinas militer wajib, meskipun keputusan Juni 2023 oleh Mahkamah Agung Israel yang mengamanatkan wajib militer bagi mereka.
Aturan ini sama seperti warga negara Israel lainnya.
Sementara itu pada hari Jumat (15/11/2024), Tel Aviv mengumumkan pendaftaran bertahap 7.000 orang Yahudi ultra-Ortodoks ke militer, yang akan dimulai akhir pekan ini.
Komunitas Haredi, yang menyumbang sekitar 13 persen dari 10 juta penduduk Israel, secara tradisional menghindari dinas militer, mendedikasikan hidup mereka untuk mempelajari kitab suci Yahudi, Taurat.
Baca juga: Presiden Israel Batal Hadiri Konferensi Iklim di Azerbaijan, Khawatir Masalah Keamanan
IDF Makin Lemah usai Digempur Hizbullah di Wilayah Utara
Diberitakan sebelumnya koresponden urusan militer untuk Israel Hayom menyebut pasukan Israel (IDF) belum mengalahkan Hizbullah.
Ia mencatat sentimen tersebut tidak hanya dibicarakan oleh para pemukim Israel di utara dan tentara zionis yang bertempur di Lebanon selatan.
Namun juga oleh penduduk Tel Aviv, mengutip Channel 12.
"Tidak diragukan lagi bahwa pencapaian Israel semakin berkurang seiring berjalannya waktu, sementara pencapaian Hizbullah semakin meningkat," bunyi laporan di Channel 12.
Senada dengan itu, penasihat strategis Barak Sari mengatakan bahwa Hizbullah tengah bergerak menuju perang gesekan yang berkepanjangan.
"Israel kurang siap menghadapi konflik jenis ini, karena negara itu berupaya untuk kembali ke keadaan normal dan memulihkan ekonomi serta masyarakatnya."
Sementara itu Moshe Davidovich, kepala Forum Pemukiman Garis Depan Israel di wilayah utara Palestina yang diduduki, menggambarkan keadaan tenang yang aneh bercampur dengan kepanikan ekstrem.
Hal itu disebabkan oleh intensitas serangan roket dan pesawat tak berawak dari Lebanon selama tiga hari terakhir.
Davidovich mengatakan kepanikan dimulai dengan serangan pesawat tanpa awak, dan itu sekarang telah menjadi rutinitas.
"Seiring berjalannya waktu, tekanan Hizbullah terus meningkat," ujarnya, mengutip Al Mayadeen.
"Kami ingin membawa para pemukim kembali ke utara , tetapi ketenangan harus dipulihkan terlebih dahulu. Situasinya masih sangat sensitif, dengan ketegangan yang meningkat sangat tinggi," lanjutnya.
Davidovich juga menyatakan wilayah utara telah berada dalam keadaan kekacauan besar dalam beberapa hari terakhir.
Davidovich menyatakan para pemukim (Israel) tidak merasa aman, dan mereka juga tidak yakin dapat kembali ke rumah mereka, karena mereka.
(Tribunnews.com/Garudea Pranawati)