Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tengah mempertimbangkan wacana pelaksanaan Pemilu (Pilpres dan Pileg) dan Pilkada digelar tidak serentak atau pada tahun yang berbeda.
Hal ini diungkapkan oleh anggota KPU RI, Idham Holik, dalam sambutannya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) Persiapan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Serentak Nasional 2024 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (21/11/2024).
Idham menjelaskan, wacana ini perlu jadi bagian evaluasi, mengingat sejumlah survei menunjukkan adanya potensi political fatigue yakni kkejenuhan atau kelelahan politik di masyarakat.
“Ada beberapa survei yang mengatakan bahwa pilkada di tahun ini berada dalam situasi politik di mana masyarakat mengalami political fatigue atau kejenuhan politik," ujarnya.
Menurutnya, jika situasi ini terjadi, maka partisipasi pemilih paad Pilkada Serentak 27 November 2024 nanti diprediksi dapat menurun.
"Kalau memang situasi ini terjadi maka potensinya partisipasi ada penurunan. Sedangkan kita ada satu tuntutan yaitu meningkatkan partisipasi," kata Idham.
Baca juga: Pilkada Sampang Telan Korban Jiwa, Bawaslu Ungkap Daftar Wilayah Berpotensi Rawan di Pilkada 2024
Meski begitu, Idham berharap partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 dapat mencapai angka 82 persen, seperti yang tercapai saat Pemilu 2024.
KPU juga berupaya menyusun regulasi teknis yang lebih komprehensif, terutama Peraturan KPU Nomor 17 Tahun 2024 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan prinsip integritas elektoral dan kualitas penyelenggaraan.
"Kami KPU Republik Indonesia berupaya menyusun regulasi teknis khususnya PKPU Nomor 17 Tahun 2024 sekomprehensif mungkin," tutur Idham.