Sandi terpaksa putus sekolah di kelas 1 SMK, karena mesti jungkir balik membantu ibunya, yang kondisinya juga kurang beruntung.
Sandi kerja serabutan, dan kadang jadi kuli bangunan untuk biaya pengobatan ayahnya serta pendidikan adiknya, Preliyan.
"Bapak awal sakit 2017 tapi belum separah itu, 2020 bapak udah semakin parah. Terus akhirnya aku putus sekolah fokus kerja bantu biaya bapak," kata Sandi kepada jurnalis Tribun Lampung Tribun Network di Rumah Singgah Respek Peduli Lampung, Selasa (7/3/2023).
Sandi mengaku tak tahu harus bagaimana. Dia hanya fokus untuk merawat ayahnya.
Namun, takdir berkata lain. Ayahnya meninggal dunia setelah delapan (8) bulan menjalani perawatan.
"2020 itu semakin parah terus dibawa ke rumah sakit. Dirawat juga di sini (Rumah Singgah Respek Peduli Lampung)," katanya.
"Jadi 2019-2020 itu ketemu sama Respek Peduli Lampung dan bapak dirawat di rumah singgah ini selama 8 bulan, rumah sakitnya di Abdoel Moeloek. 2021 bapak meninggal," lanjut Sandi.
Sandi mengaku sedih, harus hidup berdua dengan Preliyan yang masih belia.
Mereka terkadang hanya bisa merenungi nasibnya, tak seberuntung remaja lain yang seru-seruan bersama teman-teman dan keluarganya.
Seringkali Sandi tak bisa membendung air matanya saat melihat adiknya, si Preliyan.
"Ya, Sandi terima mungkin ini udah jalannya Tuhan buat Sandi. Sandi terus berusaha sampai ada keajaiban untuk lebih baik lagi," tuturnya.
Preliyan saat ini sekolah di kelas 4 SD di Pesawaran. Preliyan praktis berjauhan dengan kakaknya lantaran Sandi bekerja di kota.
Sesekali Preliyan diantar kerabatnya di desa untuk berkunjung ke kos Sandi di Bandar Lampung.
Sebaliknya, Sandi juga sesekali kembali ke kampung untuk menengok Preliyan.