TRIBUNNEWS.COM, AGAM - Yunika Fernandes menjadi satu di antara contoh perempuan mandiri yang punya tekad mengembangkan kerajinan tenun dan sulam khas Agam, Sumatera Barat.
Pilihan itu ia ambil saat masih bekerja di sebuah rumah sakit di Riau pada 2018.
Awalnya ia memilih berhenti jadi karyawan karena ingin lebih dekat dengan keluarga untuk membesarkan dua buah hatinya.
Setelah berhenti, ia mulai memikirkan usaha yang bisa membuatnya lebih dekat dengan anak.
Pada proses ini, perempuan yang lahir dan besar di Balai Gurah, IV Koto Agam, Kabupaten Agam Sumatera Barat, teringat akan usaha keluarganya yaitu sulaman dan bordir.
Usaha kerajinan Sulaman memang sangat terkenal di IV Koto Agam termasuk di tempatnya tinggal.
Melihat hal itu ia menjatuhkan pilihan untuk melanjutkan usaha tersebut di tahun 2019.
"Saya melihat peluangnya sangat besar di kerajinan ini (Sulaman, Bordir, tenun dan songket) sehingga saya putuskan terjun," terangnya saat ditemui di galerinya di jalan Bukittinggi - Payakumbuh Km 10 Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Kamis (29/6/2023).
Ibu dua anak itu coba memberi sentuhan khas pada sulaman tersebut dan memasarkannya melalui media sosial.
Seiring waktu, ia mulai melirik songket dan baru melakukan pengembangan pada tenun sekira tahun 2021.
Di kerajinan tenun ia melihat banyak hal, melalui informasi yang ia peroleh dulunya Kabupaten Agam merupakan sentra tenun, tapi tidak ada catatan sejarahnya dan penggiatnya hingga sekarang.
"Saya bertekad untuk mengembalikan sentra tenun itu, semoga bisa jadi kenyataan," terang perempuan berusia 31 tahun itu.
Agar tekad itu terwujud ia mulai memantapkan diri jadi pengrajin tenun. Ika (sapaan akrabnya) mulai perlahan belajar menenun.
Akhirnya sekarang ia sudah bisa menenun, bahkan ia mengklaim hasil tenunannya jauh lebih baik dari para penenun sebelumnya.
Perempuan yang sempat membuka bisnis pet shop dan butik di tahun 2012 itu, coba fokus pada pembuatan kain tenun.
Dalam proses produksi kain tenunnya, Ika menggunakan mesin tenun sentak atau lebih dikenal Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM).
Menggunakan mesin tersebut, perempuan lulusan SMAN 3 Baso itu, menilai proses pengerjaannya lebih cepat dari mesin yang banyak dipakai penenun Sumbar yaitu tenun gedongan.
Terlebih ia ingin lebih fokus membuat kain tenun sebagai bahan dasar baju, sehingga tidak terlalu banyak motif yang digunakan.
Kerajinan tenun miliknya diberi nama Songket Tenun Minang (STM). Tahap awal STM menargetkan konsumen dari pasar online.
Perempuan tamatan SMK Farmasi Imam Bonjol Bukittinggi itu, menggunakan media sosial Facebook sebagai tempat penjualan.
Usahanya ini cukup berhasil, pesanan demi pesanan berdatangan. Ia bisa menjual produknya ke seluruh Indonesia bahkan ke Amerika, Singapura dan Malaysia.
Melihat respon positif pasar ini ia mulai membuka galeri di jalan Bukittinggi - Payakumbuh Km 10 Ampek Angkek, Kabupaten Agam, tahun 2022.
Galeri itu ia buka setelah menjalin kerjasama dengan sejumlah tour travel dan Pemda setempat.
Inovasi Baru Tenun
Sebagai pengusaha tenun yang masih muda, Ika ingin menciptakan kain tenun dengan sejumlah inovasi kekinian.
Ia mengaku lebih fokus pada pembuatan kain tenun untuk bahan dasar baju. Sehingga ia memilih benang katun untuk bahan baku.
"Kalau biasanya benang emas, kami memakai benang katun agar nyaman digunakan konsumen," jelasnya.
Sedangkan untuk motif ia masih menggunakan motif Melayu, hanya saja dengan sejumlah sentuhan khas Songket Tenun Minang.
Motif di kain tenunnya juga tidak full seperti produk tenun lainnya, hanya di beberapa titik saja.
Motif itu seperti bintang pecah enam, bunga pecah enam, gagang sirih dan ragam motif khas Minangkabau.
"Warnanya juga kami buat lebih kekinian agar bisa menjangkau anak muda," terangnya.
Selain tenun, produk yang ia produksi ada mukenah, main untuk baju kurung, selendang, tas, songket, kebaya dan ragam aksesoris lainnya.
Harga produk di STM mulai dari Rp 25 ribu hingga belasan juta rupiah.
Gelari STM dibuka Yurika karena ingin menghadirkan wisata edukasi untuk anak-anak hingga remaja.
Ia menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah supaya bisa menjadi destinasi wisata baru bagi daerah tersebut.
Bahkan galerinya sering dikunjungi siswa TK, SD, SMP hingga mahasiswa untuk melihat proses pembuatan tenun secara langsung.
"Jadi mereka kami beri pengetahuan akan tenun dan memperlihatkan langsung cara produksi. Mereka juga boleh mencobanya," jelasnya.
Kerja sama serupa juga ia terapkan pada tour travel yang sering membawa tamu ke daerah tersebut.
Selain itu, kerja sama juga ia jalin dengan koperasi kepegawaian Kota Bukittinggi dan sejumlah BUMN untuk memasok pakaian seragam mereka.
Memberdayakan Perempuan
Agar Songket Tenun Minang (STM) sampai ke konsumen, produknya di produksi oleh masyarakat dari sejumlah nagari di Kecamatan IV Angkek Agam hingga Pandai Sikek Tanah Datar.
Kurang lebih ada sebanyak 30 orang terlibat untuk memproduksi semua jenis produk STM. Produk itu terdiri dari sulaman, bordir, songket dan tenun.
"Jadi saya mengirimkan bahan sesuai pesanan pada para anggota ini, lalu mereka kerjakan di rumah masing-masing," terangnya yang dulu mengantar langsung semua bahan baku itu pada anggotanya.
Semua anggotanya itu merupakan perempuan yang terdiri dari ibu rumah tangga dan anak muda.
Anak muda ini ia pilih supaya kerajinan tenun bisa terus dilestarikan. Mengingat pengrajinnya kebanyakan berusia 50 tahun ke atas.
Selain itu, anak muda juga memiliki kreatifitas dan inovasi baru agar tenun bisa beradaptasi dengan zaman.
Ia menilai tenun adalah kerajinan khas Indonesia jadi perlu dirawat dan pembaharuan.
Tenun dan Kawula Muda
Meski memasang target pasar masyarakat menengah ke atas, Yurika juga berfokus pada edukasi tenun untuk anak muda.
Ia berharap usaha tenunnya bisa mendapat hati anak muda. Agar semua terwujud ia coba memberi edukasi dan sosialisasi akan produknya di media sosial seperti Facebook dan Instagram.
"Kami juga membuat sejumlah produk kekinian agar bisa dinikmati oleh anak muda, seperti Totebag, aksesoris, scraft dan Deta," terangnya.
Ia mau anak muda kepincut barang turunan itu, membeli setelahnya mencari tahu bagaimana proses produksi produk yang mereka gunakan tersebut.
Selain melalui konsumen, ia juga merekrut para pekerja muda di galerinya. Para pekerja muda ini ia beri upah yang sangat layak agar tidak berpaling.
Para pekerja itu ia ajarkan dari nol agar bisa menenun, bahkan sampai saat ini mereka sudah bisa menenun dengan baik.
"Waktu itu pernah ada kunjungan Kemenparekraf, mereka terkejut karena penenunnya segar-segar," terangnya mencontohkan percakapan perwakilan Kemenparekraf itu.
Peran BUMN di UMKM
Hingga sampai ke tahap ini Yunika mengaku, banyak mendapat ilmu saat mengikuti BRINCUBATOR tahun 2022.
Selama mengikuti program itu, ia belajar bagaimana cara menyiapkan planing dan strategi dalam menjalankan bisnis.
"Awalnya saya hanya fokus pada produksi, tapi di program itu saya belajar digital marketing untuk pemasaran dan cara pembukuan," jelasnya.
Tahun ini (2023) ia juga coba mendaftar program BRILIANPRENEUR dari Bank BRI, ia berharap dari program itu bisa mendapat pengetahuan dan relasi baru.
Dony Aryo, Manager Bisnis Mikro BO bukittinggi, mengatakan, selain pengembangan SDM pihaknya juga memberi dukungan peminjaman mesin produksi (auto clave), Peminjaman mesin sealer dan Peminjaman mesin vacum frying.
Ia menyebut UMKM Songket Tenun Minang sudah masuk ke dalam kategori UMKM naik kelas.
Bahkan, Yunika di Rumah BUMN Bukittinggi, sering mendapat kesempatan jadi pemateri dan sharing ilmu ke UMKM binaan.
"Setiap kegiatan dan program bazar yang di adakan oleh BRI maupun program cabang, kanwil ataupun pusat, kami selalu melibatkan STM," terangnya.
Selain itu, Rumah BUMN juga memfasilitasi kegiatan berupa pelatihan untuk UMKM tersebut, serta rutin memberikan fasilitas pelatihan terkait peningkatan usaha kelompok.(Tribunnews.com/TribunPadang/Panji Rahmat)
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Kisah yunika fernandes berhenti jadi karyawan pilih buka usaha songket tenun minang