Jika diterjemahkan secara harafiah, lantang berarti pondok sedangkan pangngan adalah sirih. Jadi, Lantang Pangngan berarti pondok yang berisi sirih.
Bentuk Lantang Pangngan menyerupai bangunan rumah, tepatnya miniatur rumah atau tongkonan. Uniknya, karena tidak hanya sekedar miniatur bangunan, tapi Lantang Pangngan dibuat lebih megah.
Kemegahannya makin terlihat karena dihiasi berbagai ornamen khas yang lekat dengan almarhum semasa hidup, misalnya mobil.
Kemudian diterangi dengan obor, lampu-lampu, dan lilin. Tidak ketinggalan sirih atau pinang.
Ma’lantang Pangngan adalah tanda kesedihan oleh keluarga dan kerabat yang ditinggalkan juga teman-teman sepermainan almarhum.
Lantang Pangngan dibuat oleh keluarga dan teman sepermainan almarhum, sebagai tanda kasih dan kerinduan mereka untuk bermain bersama.
Satu orang mati bisa dibuatkan lebih dari satu Lantang Pangngan, tergantung kesiapan keluarga dan keinginan teman-temannya.
Pembuatan Lantang Pangngan bisa menghabiskan anggaran puluan hingga ratusan juta rupiah, tergantung model, besarnya, dan juga bahan yang digunakan.
Dalam kebudayaan Toraja, prosesi Lantang Pangngan dilaksanakan pada upacara Rambu Solo’ bagi orang Toraja yang meninggal di usia muda atau belum menikah.
Dalam bahasa Toraja dikatakan "tomate malolle".
Prosesi Lantang Pangngan yang hanya dilangsungkan bagi tomate malolle (meninggal di usia muda).
Memang sangatlah unik dan bahkan tidak sering dilaksanakan, karena pada umumnya prosesi Lantang Pangngan hanya dilaksanakan di wilayah tertentu dan oleh rumpun tertentu.
Lantang Pangngan ini akan diarak oleh kerabat dan teman sepermainan, malam sebelum jenazahnya di makamkan.
Waktu pelaksanaannya sekitar pukul 18.00-selesai, menyesuaikan dengan jumlah lantang pangngan yang tersedia.
Biasanya akan diarak dari satu titik kumpul dan berhenti didepan rumah duka.(Tribunnews.com/Tribun Toraja/Muhammad Rifki )
ARTIKEL INI JUGA TAYANG DI ;
Baca Selanjutnya: Tradisi adu kerbau dalam rangkaian upacara rambu solo di toraja