TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Advokasi SMAN 70 Jakarta, Suhendra Asido Hutabarat, sesalkan kelalaian pihak kepolisian terkait insiden tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta yang menewaskan Alawy Yusianto Putra, beberapa waktu lalu.
Menurut Suhendra, ada beberapa hal yang harusnya bisa dilakukan oleh pihak kepolisian selaku petugas keamanan dalam mencegah terjadinya tawuran tersebut.
"Mengenai alat-alat yang digunakan dalam tawuran, seharusnya Polisi sudah mengamankan dan membersihkan area-area yang dicurigai sebagai tempat persembunyian senjata," tutur Suhendra saat ditemui usai melakukan pertemuan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (11/10/2012).
Menurut Suhendra, sekitar area tersebut memang menjadi lokasi penyembunyian senjata oleh para pelaku tawuran, menurutnya Polisi seharusnya bisa mengendus dan menertibkan area tersebut sehingga tidak terjadi insiden seperti ini.
Selain itu, Suhendra juga menyayangkan ketidak beradaan satupun petugas kepolisian di pokso dekat lokasi tawuran pada hari terjadinya insiden di perempatan Bulungan tersebut.
"Mengapa pada saat kejadian tidak ada seorangpun polisi di posko pada saat kejadian," tukas Suhendra.
Seperti diketahui, Polisi menetapkan enam orang lagi tersangka dalam kasus tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 pada Rabu dinihari kemarin, sementara itu pihak Tim Advokasi dan Orangtua tersangka merasa keberatan dengan penetapan tersebut.
Menurut mereka penetapan tersebut terlalu terburu-buru dan mereka beranggapan bahwa kasus pembunuhan yang terjadi merupakan hal yang berbeda dari kasus tawuran yang melibatkan tersangka sehingga penetapan enam orang tersebut dianggap tidak tepat.
Mereka juga menyesalkan pihak kepolisian yang mereka nilai tidak melakukan upaya pencegahan yang maksimal dalam kasus tawuran tersebut.
Klik: