TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Agus Martowardojo tetap keukeuh hanya akan menggelontorkan biaya proyek pembangunan mass rapid transit (MRT) yang sudah ditetapkan pada 2005, yakni 42 persen ditanggung pemerintah pusat .
"Sudah ada 42 persen oleh pusat, dan 58 persen oleh daerah. Kalau mau dilakukan review, Pemprov DKI mengirimkan surat ke pemerintah pusat. Kemudian nanti dibahas bersama pemerintah pusat," ujar mantan Direktur Utama Bank Mandiri, saat ditemui di Kompleks Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (19/12/2012).
Begitu juga dengan beban subsidi tiket MRT. Menurut Agus, seandainya dianggap biaya tiket per orang terlalu tinggi, maka Pemprov DKI mesti menanggung subsidinya.
Karena, jika nanti solusinya hanya menggeser beban yang lebih besar kepada pemerintah pusat, maka akan merugikan masyarakat umumnya, yang harus menanggung biaya itu.
Agus menyarankan Gubernur DKI Jakarta Jokowi mesti mengkaji ulang dan mengevaluasi beban biaya proyek MRT. Apakah sudah proporsional, efisien, dan peruntukkannya tepat.
"Kalau biaya tiket mau diturunkan, tentu yang dilihat biaya proyeknya. Biaya proyeknya apakah mencerminkan yang sebenarnya? Kita kan tahu bahwa dari Lebak Bulus sampai Kota nantinya nilainya kurang lebih 3,6 miliar dolar AS, apakah itu sudah dalam kalkulasi yang baik?" tanya Agus.
Begitu dari sisi teknologi, konstruksi, dan berapa lama MRT bisa dibangun.
"Apakah nanti ada eskalasi atau tidak? Itu tentu harus dikaji, supaya nanti project cost jangan terus bergerak," papar Menkeu.
Jadi, apakah pemerintah pusat keberatan soal subsidi tiket?.
"Tidak, tidak begitu. Kalau seandainya mau mengajukan review, kirim surat permohonan, supaya kami bisa menyelenggarakan rapat," ucapnya.
Sebelumnya, Agus saat ditemui di acara Ikatan Bankir Indonesia, Rabu (12/12/2012), mengungkapkan pihak Kementerian Keuangan sepakat dalam hal harga tiket MRT.
Hingga kini, harga tiket MRT sudah dipatok Rp 38 ribu. Agus dan Jokowi sepakat bahwa harga tiket tersebut dianggap terlalu mahal, sehingga memberatkan masyarakat. (*)