TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Minggu (3/2) ini adalah hari ke-9 pelaksanaan modifikasi cuaca untuk mengantisipasi banjir Jakarta. Meski Jakarta sudah direndam banjir pada 15-27 Januari 2013 lalu.
Namun, bukan berarti Jakarta aman secara mutlak dari banjir. Ancaman banjir tetap ada. Sebab pola hujan Jakarta dan sekitarnya berdasarkan rata-rata hujan 30 tahun menunjukkan bahwa Januari dan Februari adalah puncak hujan, kemudian hujan menurun hingga Maret.
"Operasi modifikasi cuaca hari ini dilakukan 2 sorti penerbangan. Penerbangan pertama pada pukul 09.19-10.30 Wib dengan Hercules C-130 TNI AU membawa 4 ton NaCl. Penyemaian dilakukan pada sel awan cumulus dari timur Pandeglang, Rangkasbitung, Serang dan barat laut Jakarta pada ketinggian 9 ribu kaki," Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam rilisnya kepada Tribun.
Dijelaskan kembali, pada penerbangan kedua dengan Casa pada 11.03-12.22 Wib di daerah PAndeglang pada puncak awan di ketinggian 12-15 ribu kaki dengan 800 kg NaCl.
Penyemaian bertujuan menjatuhkan awan-awan sebelum bergerak menuju Jabodetabek. Di darat dioperasikan Ground Based Generator dengan membakar 15 flare di 13 lokasi dan GBG larutan dioperasikan di 3 lokasi selama 5 jam untuk mengurangi potensi hujan di Jabodetabek.
"Operasi kemarin menyebabkan beberapa lokasi hujan seperti Citeko (28 mm), Cariu (17 mm), Jasinga (15.5 mm), Cikarang (7,5 mm). Adanya kekhawatiran masyarakat dampak negatif dari bahan semai yang digunakan, tidak perlu khawatir. Bahan semai yang digunakan untuk modifikasi cuaca tsb adalah NaCl yaitu garam dapur berbentuk kristal yang kemudian dihaluskan seukuran tepung terigu," ungkapnya.
Garam inilah yang ditaburkan ke awan. Garam ini, imbuhnya, menyerap butir-butir air di awan. Tidak ada efek negatif buat lingkungan karena garam yang digunakan dibandingkan dengan hujan yang jatuh dalam jutaan meter kubik tidak ada artinya.
"Sampel air hujan diambil dan dianalisis di laboratorium. Hasilnya air hujannya masih memenuhi baku mutu kelas B (dapat dikonsumsi dengan direbus)," Sutopo menambahkan.