News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korban Malapraktik

IDI : Kasus Edwin Belum Tentu Malapraktik

Editor: Rachmat Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Edwin Thimoty Sihombing

TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA--Profesi dokter kembali jadi sorotan. Tuduhan malpraktek kembali dilayangkan kepada profesi yang identik dengan layanan kesehatan ini.

Adalah Edwin Timothy Sihombing, bayi berusia 2,5 bulan yang diduga menjadi korban malpraktek setelah 2 ruas jari telunjuk kanannya diamputasi oleh seorang dokter di Rumah Sakit Harapan Bunda, Ciracas, Jakarta Timur. Padahal, sebab amputasi masih belum jelas. Proses amputasi juga diduga tanpa obat bius yang mengakibatkan Edwin menjerit keras.

Hebohnya dugaan kasus malapraktik pada kasus Edwin membuat Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) angkat bicara. Menanggapi kasus ini Sekertaris Jenderal PB IDI, dr. Daeng M. Faqih, mengatakan kasus tersebut belum tentu dikategorikan sebagai malapraktik, melainkan masuk dalam kejadian tidak diinginkan.

"Jangan disebut malapraktik. Karena ada ciri yang menentukan perbuatan malapraktik dokter," katanya dalam launching perayaan Hari Bakti Dokter Indonesia di Jakarta, Kamis (11/4/2013) kemarin.

Daeng menjelaskan, setidaknya ada tiga syarat seorang dokter dikategorikan melakukan tindakan malapraktik. Tiga syarat tersebut adalah bila seorang dokter melakukan tugasnya di luar tujuan kemanusiaan, tidak bekerja dengan integritas dan kedisiplinan sesuai kode etik, dan tidak profesional.

Di luar tiga hal tersebut, kata Daeng, perlu diselidiki dan pertanyakan alasan proses pengobatan yang dilakukan dokter.

Menurut Daeng masyarakat tidak perlu tergesa-gesa menyalahkan dokter. Karena, dokter memiliki mekanisme dan sanksi sendiri bila dinilai melanggar kode etik profesi kedokteran. Sanksi tersebut misalnya pencabutan surat izin praktek. Masyarakat juga bisa mengadu ke konsil kedokteran, apabila menemukkan kejadian yang tidak diinginkan.

Kasus malapraktik, lanjut Daeng sebenarnya dapat dihindari, apabila sistem pelayanan rumah sakit lebih baik. Sistem ini juga yang akan melindungi pasien dari berbagai kejadian yang tidak diinginkan.

"Sistem pelayanan yang buruk menjadi faktor laten berbagai kejadian tidak diinginkan," ujar Daeng.

Padahal, Dengan sistem yang baik pasien bisa mendapatkan pelayanan yang lebih profesional menggunakan sistem rujukan. Sistem pelayanan yang baik juga menghindarkan pasien dari pemberian obat terlalu banyak, atau ditolak dokter.

Burukknya sistem pelayanan juga diakui Ketua Umum PB IDI, dr. Zainal Abidin, MH. Menurutnya kualitas seorang dokter, tidak akan terlihat dalam sistem pelayanan yang buruk.

Zaenal menambahkan, kasus ini membuktikan masih lemahnya pengawasan yang dilakukan organisasi profesi. "Pengawasan idealnya dilakukan bersama organisasi profesi, dinas kesehatan, dan konsil kedokteran," ujarnya.

Pengawasan maksudnya adalah pelaksanaan kode etik kedokteran ketika sedang berpraktik. Etika tersebut akan membimbing dokter dalam bertindak menghadapi pasien. Etika juga menjadi dasar utama pengambilan keputusan. "Dokter yang baik akan memegang teguh etika, yang terwujud dalam cara kerjanya," kata Zaenal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini