TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Indosat-IM2, Jhon Thomson menyatakan, dari semua keterangan saksi hingga tanggapan tergugat selama proses persidangan PTUN sejak Januari 2013 hingga saat ini, terbukti bahwa hasil perhitungan BPKP di bawah standar.
“Bila melihat semua tanggapan dari persidangan, baik saksi maupun alat bukti, objek sengketa (perhitungan BPKP) itu sub standar atau di bawah standar. Sehingga layak dibatalkan,” kata Thomson usai sidang lanjutan perkara PT Indosat Tbk, dan IM2 atas keputusan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) soal kerugian negara dalam perkara IM2 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) berlangsung, Rabu (17/4/2013).
Sidang dipimpin H. Bambang Heryanto SH MH. Agenda sidang menyerahkan kesimpulan-kesimpulan dari penggugat dan tergugat. Selain di PTUN, persidangan kasus IM2 juga berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Perhitungan BPKP tercantum dalam Surat BPKP tanggal 9 November 2012 nomor SR-1024/D6/01/2012 tentang Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Tidana Korupsi dalam penggunaan jaringan frekwensi radio 2,1 Ghz/3G oleh PT Indosat Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) yang menyatakan adanya kerugian Negara.
Apalagi, dalam keputusan sela PTUN pada Kamis, 7 Februari 2013 lalu, PTUN mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Indar Atmanto, PT Indosat Tbk. dan IM2 untuk menunda pelaksanaan keputusan BPKP atas kasus IM2. Dalam perkara IM2, BPKP mengeluarkan pernyataan adanya kerugian negara senilai Rp 1,3 triliun.
Pengacara Indar Atmanto Eric S. Paat menambahkan, hasil perhitungan BPKP memang tidak layak dan di bawah standar. BPKP harusnya meminta bahan dan tanggapan dari orang atau lembaga yang diperiksa, tapi dalam kenyataannya BPKP tidak pernah mengkonsultasikan, dan hanya meminta bukti-bukti dari kejagung, bukan dari pihak Indosat maupun IM2.
“Prosedural tidak dipenuhi, maka sudah sepantasnya dibatalkan,” kata Eric.
Thomson meminta Kejaksaan Agung dan BPKP menghormati hasil PTUN tersebut. Hal ini terkait dengan rencana Kejaksaan Agung menghadirkan saksi ahli dari BPKP Nasrul Wathon dan menggunakan hasil perhitungan BPKP di Pengadilan Tipikor. Nasrul Wathon terindikasi akan menggunakan Objek Sengketa TUN yang notabene sudah dischorsing keberlakuannya oleh Hakim PTUN Jakarta sebagaimana Penetapan Pendahuluan No. 231/G/2013/PTUN-JKT.
Jika hal itu terjadi, maka tindakan Kejagung RI dan BPKP maupun Ahli BPKP dapat dikategorikan telah melakukan perbuatan melawan hukum.
"Jika tidak mematuhi hukum bisa berujung dikenakan sanksi," tutur Thomson.
Sanksi itu kata dia, sebagaimana dimaksud dalam SE MENPAN No. 471/1/1991 Jo. SE MENPAN No. SE/24/M.PAN/8/2004 maupun SE Mahkamah Agung No. 2 Tahun 1991.
Menurut Thomson, Penetapan Pendahuluan (Schorsing) PTUN-JKT terhadap LHAPKKN terkait Kasus Indosat-IM2 telah mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes) yang harus dipatuhi semua pihak, dimana pelanggaran atas Penetapan itu akan menjadi tanggung jawab sepenuhnya baik secara yuridis maupun adminstrasi terhadap para pihak yang melanggarnya.
Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 116 UU No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN, terdapat kemungkinan untuk dijatuhkan sanksi bagi Pejabat Tata Usaha Negara yang tidak secara sukarela mematuhi Penetapan PTUN, sebagai wujud akuntabilitas publik.
Hakim PTUN H. Bambang Heryanto SH MH menyatakan akan mengambil keputusan akhir kasus gugatan Indar Atmanto, Indosat, dan IM2 di PTUN pada awal Mei 2013 mendatang. “Pengambilan keputusan akhir perkara ini akan dilakukan pada Rabu, 1 Mei 2013 pukul 11.00 WIB,” kata Bambang.