Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Permintaan Sefti Sanustika, istri Ahmad Fathanah, yang ingin disediakan ruangan khusus di Rutan KPK untuk pemenuhan kebutuhan biologisnya, dianggap terlalu berlebihan.
"Fathanah statusnya masih sebagai tahanan, dan baru beberapa bulan mendekam di tahanan KPK. Jadi, permintaan Sefti menurut kami tidak benar, dan sebaiknya KPK tidak menanggapinya," ujar Anton Medan, bekas narapidana, ketika dihubungi Warta Kota (Tribun Network), Jumat (12/7/2013).
Di lembaga pemasyarakatan (lapas), lanjut Anton, hingga kini belum ada layanan seperti itu, meskipun wacana penyediaan 'ruang intim' sudah berkembang sejak lama.
"Jangankan soal penyediaan 'ruang intim', lapas-lapas di Indonesia saja masih banyak yang over kapasitas, dan masalah ini belum tuntas dihadapi. Juga, soal keamanan lapas, di mana kita tahu kemarin di Lapas Medan terjadi kerusuhan dan dikabarkan ratusan narapidana melarikan diri," tutur Anton.
Pada prinsipnya, Anton Medan mendukung adanya 'ruang intim' di lapas, untuk memenuhi kebutuhan biologis narapidana dan istrinya.
Tapi, menurutnya, ruangan tersebut harusnya hanya dikhususkan untuk narapidana yang sudah lebih dari lima tahun ditahan.
"Jangan disamaratakan, karena nanti bisa saja disalahgunakan. Misalnya orang yang berduit bisa membawa perempuan 'nakal' atau bukan istrinya kapan saja untuk dikencani di ruang intim itu. Atau, suami-istri hanya berhubungan sekali saja kemudian hamil, padahal istrinya di luar mungkin berselingkuh dengan lelaki lain. Ini kami kira menjadi masalah-masalah yang perlu diperhatikan," bebernya.
Jadi, soal masalah ruangan intim, papar pria yang kini menjadi ulama, perlu dikaji mendalam oleh Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, bila ingin mengatur bagaimana narapidana bisa bergaul dengan istrinya di penjara.
"Khusus untuk permintaan Sefti, kami kira KPK jangan menghiraukannya. KPK jangan terlalu reaktif, karena sampai saat ini memang belum ada aturan seperti itu. Perkataan Johan Budi yang meminta Sefti mengajukan permohonan, kami memandangnya itu hanya basa-basi, karena tidak ada aturannya. Meskipun Sefti membuat surat permohonan, kami kira tidak ada artinya sama sekali," urai Anton. (*)