Laporan Wartawan Warta Kota, Feryanto Hadi
TRIBUNNEWS.COM -- Rosnah (28) begitu teguh memandangi sebuah naskah kuno yang terpampang di dalam meja etalase di lantai dua gedung Galeri Cipta III Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Ia sepertinya mencermati betul kertas-kertas usang yang menampilkan teks-teks kuno berisikan cerita-cerita yang selama ini mungkin tidak banyak diketahui masyarakat luas.
"Saya tahu hikayat hanya dari pelajaran Bahasa Indonesia, saat masih sekolah dulu. Itupun sedikit. Makanya saya menyempatkan datang ke pameran ini untuk melihat langsung naskah-naskah aslinya. Saya juga baru tahu kalau ternyata naskah aslinya masih ada," kata dia kepada Warta Kota, Minggu (14/7/2013).
Rosnah merasa bungah bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat secara langsung naskah yang dibuat sebelum abad ke-19 itu. Ia juga kagum setelah tahu bahwa pada jaman itu, dunia sastra Betawi sudah berkembang, bahkan tercipta karya-karya yang luar biasa. "Saya penyuka sastra. Selama ini saya sering datang ke acara diskusi sastra. Tapi baru sekarang bisa tahu tentang sastra kuno Betawi. Saya jadi tahu banyak tentang perkembangan sastra," ungkap Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) ini.
Di pameran itu, ditampilkan sebanyak 26 karya dari 32 jilid Naskah Pecenongan dan beberapa koleksi Perpusnas lain dengan total sebanyak 31 naskah. Berlangsung dari 11-20 Juli, pameran ini diselenggarakan untuk memeriahkan HUT DKI Jakarta ke 486, Juni lalu. 31 naskah yang dipamerkan adalah karya Muhammad Bakir, pengarang Betawi paling berbakat di abad 19. Muhammad Bakir merupakan murid dari Sapirin bin Usman. Karya-karya mereka menunjukkan sebuah kreatifitas yang mengagumkan.
"Masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, saat ini nyaris tak mengenal sastra lama. Sebagian bahkan tidak pernah membacanya sama sekali atau hanya sedikit mendapat pengetahuan dari pelajaran sastra di sekolah. Inilah tujuan kami menggelar pameran ini. Untuk mengenalkan masyarakat kepada sastra lama," kata Nur Karim selaku Koordinator Pameran kepada Warta Kota.
Nur Karim mengungkapkan, keasingan masyarakat terhadap sastra lama disebabkan beberapa faktor, diantaranya karena keterbatasan akses terhadap teks asli yang memang tidak mudah diakses oleh mayoritas masyarakat. "Padahal Indonesia termasuk salah satu negara terkaya dalam hal warisan kumo atau manuskrip. Dalam banyak kasus, kearifan lokal yang terkandung dalam teks-teks naskah kuno dapat menjadi alternatif solusi untuk menyelesaikan berbagai masalah yang kini dihadapi bangsa. Naskah kuno juga menunjang dalam pengembangan sastra modern," terangnya.
Pameran yang dibuka setiap hari dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB ini tidak hanya memamerkan naskah yang sudah berumur lebih dari 100 tahun. Dalam pameran ini juga tersaji berbagai dokumentasi penelitian serta sejumlah litograf dan peta lama yang terkait dengan tema. Selain itu, juga digelar demonstrasi penyalinan naskah beraksara Jawi yang akan diisi Drs. H. Sanwani, Komari, Didik Purwanto S.S. dan Yeri Nurita S.S. Acara tersebut nantinya juga akan digelar bersamaan dengan diskusi-diskusi sastra yang antara lain berjudul “Cerita Wayang dalam Naskah Pecenongan” akan dilangsungkan pada Senin (15/7), diskusi tentang Pantun Betawi pada Selasa (16/7) selanjutnya ada diskusi “Cerita Petualangan Dalam Naskah Pecenongan” akan digelar pada Rabu (17/7), serta diskusi “Cerita Panji dalam Naskah Pecenongan” pada Jumat (19/7).
"Naskah-naskah dari Muhammad Bakir memiliki keunikan tersendiri. Cerita yang dia angkat bukan hanya tentang hikayat atau cerita lama, tapi dia juga memadukannya dengan keadaan sosial di masa pembuatan naskah ini, yakni sekitar tahun 1886 atau 1896. Naskahnya sendiri bermacam-macam. Ada yang bentuknya syair, ada cerita petualangan, cerita Panji, cerita Islam, ada cerita pewayangan dan sebagainya," jelasnya.
Deputi Pengembangan Informasi Perpustakaan Nasional Ripublik Indonesia (PNRI), Helminingsih, saat acara pembukaan "Pameran Naskah Pecenongan Koleksi Perpustakaan Nasional: Sastra Betawi Akhir Abad ke-19" beberapa hari lalu mengatakan bahwa pameran ini merupakan promosi dalam bentuk pustaka atas karya sastra Betawi laman sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sosialisasi PNRI dan koleksi naskah-naskah kuno nusantara PNRI yang diperuntukkan bagi anak-anak muda.
PNRI, menurutnya, merupakan bagian dari Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang bertugas untuk melestarikan budaya lokal karena menggunakan dukungan pemerintah propinsi DKI Jakarta sebagai pendanaannya.
“PNRI senantiasa berpartisipasi dalam pelestarian budaya lokal dengan menggunakan dukungan pemerintah Propinsi DKI Jakarta. PNRI sebenarnya ingin mendapat masukan lebih banyak filolog lagi agar lebih mudah untuk mengkoleksi naskah, karena saat ini naskah-naskah kuno dari penyair Muhammad Bakir terdapat 6 tumpukan naskah di Leiden, dan 16 di Leningrad, Russia," kata Helminingsih.
"Kami berharap kegiatan pameran ini menjadi salah satu cara memrpmosikan penelitian naskah kepada generasi muda. Dan kami juga berharap pameran ini dapay menarik perhatian budayawan, terutama masyarakat Betawi untuk memahami, mempelajari, meneliti serta mengungkap warisan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya," imbuhnya. (M18).