TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budayawan Betawi Ridwan Saidi menuturkan jalan-jalan di Jakarta punya sejarah peradaban dan spiritualitas yang tinggi. Jangan mentang-mentang politisi lalu seenaknya mau mengganti nama jalan walau banyak ditentang.
"Kalau idenya ditolak keras masyarakat, ya menyerahlah. Itu sportif namanya. Jangan ngotot mau jalan terus,” kata Ridwan Saidi dalam diskusi bersama sejarawan LIPI Asvi Warman Adam dan AM Fatwa di Gedung DPD/DPR RI Jakarta, Rabu (11/9/2013).
Ridwan meminta AM Fatwa yang menggagas usulan Jl. Soeharto menggantikan Jl. Medan Merdeka Barat sebaiknya menyerah kalau terbukti usulannya ditolak masyarakat. Tidak usah ngotot menyatakan sebagai politisi, mengingat Jl. Medan Merdeka Barat dan semua jalan-jalan di Ibu Kota Negara punya peradaban sejarah, yang tak mudah diubah-ubah.
Sebelumnya AM Fatwa dan Tim 17 yang dibentuk secara informal mengusulkan perubahan Jalan di Jakarta. Diantaranya ada Jl. Soekarno, Jl. Hatta, Jl. Soeharto, dan Jl. Ali Sadikin.
"Sebaiknya AM Fatwa rendah hati bahwa Betawi berikut jalan-jalannya memiliki sejarah peradaban panjang dan spritualitas sendiri," katanya.
Menurut Asvi Warman Adam untuk Jl. Soekarno dan Jl. Hatta memang tidak masalah, tapi begitu masuk Jl. Soeharto, mayoritas masyarakat menolak.
“Khusus untuk Jl. Soeharto ini mengundang kontroversi. Maka AM Fatwa harus bisa membedakan antara rehabilitasi dengan rekonsiliasi. AM Fatwa mungkin sudah rekonsiliasi dengan Soeharto, tapi Petisi 50 belum. Karena itu Jl. Soeharto itu harus ditunda, belum waktunya,” ujarnya.(js)