TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahmad Zamani menyangka riwayat hidupnya akan tamat, saat polisi menggerebek ruko tempat ia disekap dan disiksa, Selasa (17/9/2013).
Ahmad adalah korban penyekapan yang dilakukan perusahaan jasa keamanan, PT Benteng Jaya Mandiri, di Jalan Hayam Wuruk, Taman Sari, Jakarta Barat.
Ahmad bercerita, penyekapan bermula saat ia menjalani usaha jual beli saham secara online, bekerja sama dengan 11 orang yang menjadi nasabahnya.
Hasil dana yang dikumpulkan untuk menjalankan usaha tersebut, mencapai Rp 1,5 miliar, yang didapat dari uang nasabahnya yang berinvestasi.
Usahanya dimulai sejak 2011. Selama setahun, usahanya tidak mengalami masalah, sehingga bisa memberi keuntungan lima persen kepada para pemilik modal investasi tersebut.
Kemudian, pada tahun berikutnya, usaha yang dijalankan Ahmad bangkrut, sehingga seorang nasabah bernama Franky, yang sudah menyetorkan uang Rp 300 juta, meminta uangnya dikembalikan.
"Dia yang paling tidak sabaran uangnya dikembalikan," ungkap Ahmad saat ditemui di Mapolsektro Taman Sari, Jakarta Barat, Rabu (18/9/2013).
Diduga kuat, Franky di balik semua aksi penyekapan tersebut. Ia sengaja menyewa jasa debt collector untuk mengembalikan uangnya.
Kemudian, pada Jumat (13/9/2013), Ahmad dijemput empat orang tak dikenal, yang memintanya untuk ikut. Mereka mengaku sebagai polisi.
Saat itu, rumahnya sedang sepi, karena sang istri sedang mengantarkan anak-anak sekolah. Tanpa banyak basa-basi, Ahmad diangkut ke mobil Avanza hitam, dan matanya langsung ditutupi plastik dan kain.
"Pagi, saat saya baru bangun tidur, saya dijemput empat orang. Dari Cilacap saya sudah langsung diborgol, dan kepala saya langsung ditutup," tuturnya.
Ia tidak tahu ke mana dirinya dibawa, tapi perjalanan begitu lama. Ia duduk di jok belakang, diapit dua orang. Selama di perjalanan, kekerasan ia dapatkan. Pukulan tangan kosong serta menggunakan sepatu, juga mendarat di kepala dan badannya.
Dalam perjalanan dari Cilacap ke Jakarta, mobil yang mengangkutnya hanya berhenti satu kali, tidak jelas di mana mereka berhenti. Tapi, Ahmad mengatakan mereka berhenti untuk makan. Sementara, ia tetap berada di dalam mobil dengan tangan terborgol.
Setelah itu, perjalanan berlanjut, sampai akhirnya ia tiba di ruko nomor 120 D, di Jalan Hayam Wuruk.
Setibanya di lokasi tersebut, Ahmad langsung disiksa beramai-ramai. Ia diberi waktu 10 hari supaya melunasi uang sebesar Rp 1,5 miliar.
Bahkan, ia pun disodorkan sebuah surat pernyataan, yang isinya bila tidak bisa memenuhi kewajiban dalam waktu 10 hari, maka ia harus siap disiksa walaupun sampai mati.
"Waktu terus berjalan, saya setiap hari disiksa. Saya tidak bisa apa-apa, karena tidak diperbolehkan berkomunikasi," paparnya.
Pasrah dan Berdoa
Dalam satu hari, Ahmad bisa mendapatkan siksaan dua sampai tiga kali, dengan rentang waktu sekitar satu jam.
Penganiayaan terhadap dirinya tergolong biadab. Ia harus menerima bogem mentah dari para pelaku, hingga luka di bagian dahi.
Pria berperawakan kecil dan berkacamata, menuturkan bagaimana dirinya selama hampir lima hari disekap. Kepalanya dipopor dengan airsof gun laras panjang, sehingga kepalanya sempat terluka.
Kemudian, ia dipukuli dan ditendang di bagian ulu hati, sampai dijerat menggunakan kabel. Kemaluan Ahmad pun sempat diolesi balsem.
Di tengah penderitaan, Ahmad hanya bisa pasrah dan berdoa. Dengan keadaan tidak berdaya, ia hanya mampu mencucurkan air mata.
Selasa (17/9/2013) sekitar pukul 18.00 WIB, ia sudah selesai menjalani penyiksaan. Baju yang digunakannya pun berlumuran darah, sampai akhirnya ada yang memberikannya baju kemeja garis-garis yang kini dipakainya.
Kemudian, sekitar pukul 22.00 WIB, polisi datang, tapi Ahmad mengira bahwa dirinya akan dieksekusi, karena memang waktu perjanjian hampir habis. Ia hanya bisa berdoa dan meminta perlindungan kepada Tuhan.
"Setelah ganti baju, saya dibawa kembali ke tempat saya. Saya hanya pasrah dan sambil berdoa. Tiba-tiba, datang sekelompok pasukan, saya kaget dan berpikir bahwa saya akan dieksekusi. Tapi, ternyata polisi menyelamatkan saya. Alhamdullilah! Terima kasih Pak Polisi, ini benar-benar hidup kedua saya," ungkapnya.
Ahmad disekap di dapur ruko tempat berkantornya karyawan PT Benteng Jaya Mandiri. Selama disekap, ia diborgol dan hanya diberi makan setiap tiga hari sekali. Kini, Ahmad masih bersama polisi, untuk menjelaskan peristiwa yang terjadi. (*)