TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 498 polisi disiagakan untuk mengawal aksi ratusan orang yang melakukan unjuk rasa Jumat (22/11/2013) siang di depan Kedubes Australia, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan.
"Total pengamanan di Kedubes Australia ada 498 personel," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto kepada Tribunnews.com.
Rikwanto mengatakan apabila nantinya ada eskalasi massa yang meningkat, maka kepolisian akan menambah jumlah personel untuk perkuatan pengamanan.
"Nanti bisa saja jumlah pengamanan di tambah. Nanti dilihat situasi dan kondisi di lapangan," terang Rikwanto.
Berikut aksi demo yang akan digelar di depan Kedubes Australia :
1. Pukul 09.00 - 11.30 wib, sebanya 250 orang dari Markas Besar Komando Pejuang Merah Putih di depan Kedubes Australia.
2. Pukul 13.00 wib, sebanyak 500 orang dari Laskar Pembela Islam / FPI di depan Kedubes Amerika dan Kedubes Australia.
3. Pukul 13.30 wib, sebanyak 300 orang dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di depan Kedubes Australia
Untuk diketahui, isu penyadapan telepon genggam Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan ibu negara Ani Yudhoyono serta sejumlah pejabat negara lainnya menuai protes warga Indonesia. Aksi protes dilakukan dengan berbagai cara mulai, seperti aksi demo.
Informasi soal penyadapan terhadap Indonesia oleh intelijen Australia ini muncuat setelah media AFP melansir dokumen rahasia yang dibocorkan oleh pembocor Amerika Serikat, Edward Snowden. Dokumen tersebut menyebutkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang yang masuk dalam lingkaran dalamnya menjadi target penyadapan Australia.
Lebih lanjut, dokumen itu dengan jelas menyebutkan bahwa badan intelijen elektronik Australia, atau yang juga disebut Direktorat Sandi Pertahanan telah menyadap aktivitas telepon genggam presiden SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 lalu. Saat itu, Australia masih dipimpin oleh Perdana Menteri Kevin Rudd.
Daftar target penyadapan Australia itu menyebut nama-nama pejabat tinggi ternama Indonesia. Mulai dari Wakil Presiden Boediono, kemudian mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Menko Polhukam dan juga Mensesneg.