TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejadian tabrakan maut antara Kereta Rangkaian Listrik (KRL) Commuter Line dan truk tangki pengangkut Solar di perlintasan kereta api Bintaro tentunya menjadi pelajaran berharga dalam dunia transportasi Indonesia khususnya transportasi darat.
Kemacetan menjadi sesuatu pelajaran terjadinya tabrakan antara KRL dan truk tangki yang melintas rel kereta api. Truk terjebak kemacetan sehingga sulit bergerak saat kereta mulai mendekat. Hasilnya kereta pun menabrak bagian belakang truk tangki bermuatan 24 ribu liter solar tersebut dan menimbulkan ledakan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar menjelaskan bahwa saat melintas truk tangki lonceng peringatan KRL akan melintas sudah berbunyi.
"Berdasarkan keterangan ketika melintas itu lonceng baru terdengar dan pintu belum full tertutup begitu truk masuk, ini informasi yang akan kita kroscek," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2013).
Dikatakan Boy, penjaga palang pintu perlintasan kereta pun sudah meminta truk tangki untuk secepatnya berjalan menjauh dari rel kereta. Tetapi karena macet akhirnya truk tersebut terjebak.
"Penjaga palang pintu pastinya juga berusaha mengharapkan agar cepat jalan, cuma tidak bisa karena ada rangkaian kendaraan yang macet di depan. Itu lah akhirnya ketika melintas buntut dari pada truk tangki itu masih berada di tengah lintasan," ungkap Boy.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan kecelakaan tersebut banyak, diantaranya padatnya arus lalu lintas, jalan yang tidak terlalu lebar, serta jalan yang agak menikung bisa menyebabkan truk tangki terjebak di perlintasan kereta api.
Tentu hal tersebut dikatakan Boy, kejadian tersebut akan menjadi sebuah evaluasi ke depan untuk merumuskan solusi guna mengantisipasi kejadian serupa terjadi kembali.
"Kereta ini model transportasi yang secara khusus dilindungi undang-undang dan diprioritaskan. Ketika ada kereta melewati itu, tenggang waktu atau estimasinya harus agak lebih panjang," katanya.