Laporan wartawan Warta Kota, Syahrul Munir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pria ini duduk santai di depan kandang ayam di belakang rumahnya. Mata Budi (bukan nama sebenarnya) fokus memandangi tablet berlayar 8 inchi. Sambil duduk di bangku plastik, telunjuk kananya terus memainkan gambar atau berita yang ada di layar monitor.
Tak sampai lima menit, tablet berwarna putih itu diletakkan di meja. Kemudian ia berdiri mengangkat kurungan dan mengambil batok kelapa, tempat pakan ayam jago yang dikaitkan di bagian atas kurungan ayam. Batok itu diisi beras merah yang dicampur sedikit air, sebagai pakan ayam jago piaraannya.
"Seharusnya makan siang tadi, ini sudah telat," ujar Budi sambil menyangkutkan batok wadah makanan ayam ke dalam kurungan kayu itu.
Profesi Budi adalah calo proyek pengadaan barang di beberapa SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Pemprov DKI Jakarta. Dari depan kandang ayam itu, bapak satu anak ini memantau lalu lintas proyek di SKPD DKI.
Bahkan, kegiatan pengadaan yang belum dirilis di situs resmi pun sudah diketahui Budi secara utuh. Jaringan Budi di lingkungan SKPD tak sembarangan.
"Ini semua bisa karena kedekatan. Jadi pengadaan yang belum dirilis saja saya sudah dapat bocorannya langsung," ujar Budi.
Dia mengaku sudah sering mengerjakan proyek di sejumlah SKPD DKI. Ia mengklaim 20 bendera perusahaan dari beragam jenis ini berada di belakangnya. Setiap meloloskan proyek dengan nilai Rp 200 juta, biasanya Budi mengaku mengantongi Rp 80 juta.
Uang sebanyak itu tidak dimakan sendiri tetapi dibagi tiga. "Biasanya kalau proyek selesai baru cair. Kalau nilai proyek lebih dari itu bisa dapat lebih besar lagi," ujarnya.
Tetapi, Budi masih menutup rapat identitas dua orang lain yang kebagian jatah keuntungan proyek itu. Namun yang pasti, kedua orang itu, kata dia, orang kuat yang bisa memengaruhi proses pengadaan barang.
Sambil memeluk ayam jagonya, Budi menuturkan bahwa praktik lelang pengadaan di setiap SKPD DKI sulit bersih dari mafia.
Masalahnya, hampir semua praktik lelang pengadaan barang/jasa diisi oleh orang titipan sehingga mustahil tender itu dimenangi oleh perusahaan polos tanpa sponsor.
"Pemain proyek itu sudah turun-temurun. Jadi mustahil ada perusahaan baru yang bisa lolos jadi pemenang. Semuanya sudah ada jatahnya," ujarnya.
Budi sangat yakin, pembentukan badan baru yang tugasnya mengurusi layanan pengadaan barang/jasa tak serta merta akan menghilangkan praktik mafia proyek. Apalagi jika badan baru itu diisi oleh pejabat lama. "Selama SKPD itu masih diisi muka lama nggak mungkin bisa bersih dari praktik penyimpangan," ujarnya.
Kecuali, kata Budi, jika badan baru itu dipegang orang profesional dan independen, kemudian tak memiliki kepentingan lain kecuali ingin mensejahterakan masyarakat Jakarta.
"Kalau badan itu independen, kemungkinan bisa menegakkan proses pengadaan barang/jasa secara bersih," ujarnya.