TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna mencegah terjadinya bencana banjir terus berulang, para kepala daerah di Jabodetabek diminta menghilangkan arogansi dan memilih berbesar hati untuk menangani banjir. Para kepala daerah tersebut juga diminta membuat MoU penanganan banjir.
"Perlu kebesaran hati para pemimpin di daerah Jabodetabek untuk duduk bersama, menghilangkan arogansi untuk membuat MoU misalnya soal penanganan banjir. Jangan sampai kejadian tempo hari yang dilakukan Wagub DKI Jakarta untuk membeli lahan lain di daerah Jabodetabek untuk penanganan banjir ditolak oleh salah satu pemimpin di Jabodetabek," kata Calon Anggota DPD Jakarta, Rommy dalam pernyataannya, Selasa(21/1/2014).
Jika perlu kata Rommy mungkin saja diperlukan intervensi atau fasilitasi dari pemerintah pusat untuk secara serius membuat rencana kebijakan yang integratif dari hulu ke hilir di area Jabodetabek.
Harmonisasi kebijakan untuk mengatasi banjir perlu dilakukan di area Jabodetabek. Untuk itu Rommy berharap pemimpin di area ini bisa lebih bijaksana dan tidak arogan untuk dapat bekerjasama melakukan harmonisasi kebijakan penanggulangan banjir.
"Yakni dengan penanggulangan dan pengelolaan sampah, serta kampanye budaya bersih. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah peran pemerintah dalam upaya untuk stop mendirikan bangunan di daerah resapan air," ujar Rommy.
Lebih jauh Rommy menjelaskan banjir yang terjadi di DKI Jakarta, tidak hanya disebabkan dari sedikitnya kawasan resapan air, atau ulah masyarakat yang "tidak pada tempatnya" seperti membuang sampah sembarangan atau membangun rumah di kawasan yang dilarang pemerintah seperti menempati daerah bantaran sungai atau waduk.
Namun, selain itu, hal ini juga disebabkan banjir kiriman dari daerah lain di seputar Jabodetabek. Meski banyak upaya dikerahkan oleh pemerintah DKI, namun curah hujan yang sangat tinggi dimusim penghujan mengakibatkan banjir kiriman menjadi sulit ditanggulangi.
"Sepertinya sampai saat ini pembangunan daerah-daerah di Jabodetabek sangat masif, seperti pembangunan pusat-pusat perbelanjaan (mega mall), hotel-hotel, perumahan, dan bangunan besar lain yang kerap mengabaikan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan). Daerah-daerah yang seharusnya menjadi ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, justru diganti dengan hutan beton. Daerah kawasan hutan sudah mengalami erosi, rawan longsor dan kekuatan hutan menyangga air pun berkurang sehingga banjir pun tak terelakkan," kata Penggagas Gerakan #betterjkt ini, sebuah gerakan di sosial media bersama masyarakat untuk menciptakan Jakarta yang lebih baik.