TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Wijaya, otak perampokan uang pengisian ATM sebesar Rp 1,6 miliar, yang seharusnya dikawalnya, Rabu (29/1/2014) lalu, mengaku motifnya menggasak uang itu karena sakit hati dan kesal dengan manajemen perusahaan tempatnya bekerja.
Ia mengaku pihak manajemen selalu memotong gajinya sebesar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu setiap bulannya tanpa alasan yang jelas.
Kasubdit Resmob Direktorat Reskrimum Polda Metro Jaya, AKBP, Adex Yudiswan, menjelaskan Budi yang merupakan pensiunan marinir tahun 1984 dengan pensiun dini itu, baru 8 bulan bekerja di PT SGI, sebuah perusahaan pengawalan uang dalam pengisian ATM.
Menurut Adex, awalnya penyidik meragukan motif yang diungkapkan Budi, saat pihaknya berhasil membekuk Budi. "Karena uang gaji yang dipotong tidak sebanding dengan uang yang dirampoknya," kata Adex, kepada Warta Kota, Jumat (14/2/2014).
Adex menjelaskan bisa saja motif sakit hati dan kesal kepada perusahaan adalah untuk menutupi motif dia yang sebenarnya yakni untuk memperkaya diri.
"Sebab uang dirampok cukup besar, yakni Rp 1,6 miliar," ujarnya.
Namun katanya pihaknya akhirnya menerima motif itu, setelah dalam penyelidikan ada uang sisa Rp 1 Miliar di tangan Budi, dimana ia diketahui kebingungan memperlakukan uang itu.
"Tersangka kebingungan dengan uang Rp 1 Miliar itu. Ia bingung mau dikemanakan," kata Adex.
Dengan begitu katanya, memang motif utama Budi, bukan untuk memperkaya diri tetapi kesal dan sakit hati dengan perusahaan tempatnya bekerja. Seperti diketahui Budi Wijaya merampok uang pengisian ATM Rp 1,6 miliar yang seharusnya dikawalnya, Rabu (29/1/2014) lalu.
Ia menodongkan senjata laras panjang yang merupakan fasilitas pengawalan, kepada sopir kendaraan Neky, serta Candra dan Wibowo, operator ATM di Kampung Pulo Gede, Bekasi. Saat itu mereka bertugas mengisi belasan ATM di Bekasi.
Dengan todongan senjata api, Budi mengarahkan kendaraan berisi uang ATM Rp 1,6 Miliar ke Jalan Perumahan Galaxi, Jaka Setia, Bekasi.
Ia lalu menelepon rekannya Hendrik. Di Jaka Setia, sopir kendaraan, dan dua operator ATM diikat di dalam mobil. Budi dan Hendrik kabur dengan kendaraan Gran Max Hendrik sambil membawa uang Rp 1,6 miliar.
Namun Budi berhasil dibekuk di salah satu hotel di kawasan Bintaro, Jakarta Selatan dengan barang bukti sisa uang Rp 1 Miliar dan mobil Honda Civic yang dibeli dari uang rampokannya. Sementara Hendrik masih buron dan dalam pengejaran polisi.
"Saya bingung mau diapakan sisa uangnya karena gak habis-habis. Akhirnya saya rencanakan sebagian mau kasih ke yatim piatu dan keluarga. Tapi belum sempat dikasih udah ketangkap," kata Budi saat dihadirkan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (3/2/2014).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, mengatakan uang sisa rampokan Rp 1 Miliar itu selalu dibawa Budi di dalam mobil Honda Civic yang dibeli dari uang rampokan itu.
"Dia muter-muter dengan mobilnya dan uangnya selalu ditaruh di situ," katanya.
Menurutnya, untuk menghindari kejaran petugas ia berpindah-pindah hotel melati di Jakarta sampai ke Bandung, sebelum akhirnya dibekuk di Bintaro.