News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prijanto: Pemprov DKI Mau Saja Didikte Pengembang

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto menyatakan dirinya bukan baru kali ini mempertanyakan kasus tanah di Stadion Taman BMW (Bersih Manusiawi Wibawa) Jakarta Utara yang rencananya akan dibangun stadion oleh Pemprov DKI.

"Dulu waktu ketemu Ahok, dia bertanya kenapa baru sekarang saya mempermasalahkan taman BMW, bukan ketika menjadi Wagub. Saya nyatakan saya baru tahu penyimpangan ini ketika tahun 2013," ujar Prijanto, Selasa (11/3/2014).

Menurutnya, pada tahun 2012 dirinya sudah pernah menyatakan ada yang aneh di kasus Taman BMW. Saat itu ia memberi pernyataan di stasiun TV swasta.

"Saat masih menjabat, di dalam rapat pimpinan saya juga pernah bertanya ke Sukri Bey (Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah DKI saat itu), kenapa PT Agung Podomoro serahkan kewajiban, tapi Pemprov DKI yang bikin sertifikatnya? Kok Pemprov DKI mau saja didikte pengembang?. Namun saat itu Fauzi Bowo memotong pembicaraan saya, dan menyatakan saat ini bukan saatnya membahas Taman BMW," tutur Prijanto.

Selain itu, kata Prijanto, PT Agung Podomoro yang mengkoordinir kewajiban Fasos Fasum perusahaan juga dinilainya men mencatut dua nama perusahaan. Yakni PT Astra International dan PT Subur Brother.

"Astra dan Subur Brother sudah memberikan Fasos Fasumnya dalam bentuk uang, jadi bukan melalui tanah taman BMW yang diserahkan dengan koordinatornya PT Agung Podomoro, ini kan namanya mencatut," jelas Prijanto.

Seperti diketahui, tanah Taman BMW diklaim Pemprov DKI sebagai kewajiban dari tujuh perusahaan yakni PT Astra Internasional, PT Agung Podomoro, PT Prospect Motor, PT Indofica Housing, PT Subur Brother, PT Ream/PT Pembangunan Jaya dan PT Yakin Gloria. Prijanto melaporkan kasus penyerahan aset ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi karena dinilai merugikan negara hingga Rp 737 miliar lebih. (Ahmad Sabran)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini