TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui pernah melaporkan langsung ke Presiden dan Wakilnya, soal hasil rapat yang dilakukan pihaknya pada 21 November 2008, terkait keputusan penyelamatan Bank Century.
Rapat tersebut, kata mantan Kepala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu, di antaranya dihadiri Lembaga Penjamin Sosial, Bank Indonesia, serta Direktur Jenderal Pajak yang saat itu dijabat Agus Martowardojo.
"Sesudah pengambilan keputusan saya lapor ke presiden cc wapres melalui sms. Masih di hari Jumat itu. Setelah itu kami rapat lagi," kata Sri Mulyani saat bersaksi untuk Terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (2/5/2014).
Jaksa KPK, Ahmad Burhanuddin juga menanyakan kepada Sri Mulyani, apakah dirinya pernah menghadap ke Wapres yang saat itu dijabat Jusuf Kalla, terkait pengambilan keputusan. Sri pun menjawab tegas. "Kami menghadap ke Pak JK bersama Gubernur BI (25 November 2008) sudah disampaikan Century berdampak sistemik dan sudah diambil alih oleh LPS," ujarnya.
Namun, saat menghadap JK, Sri mengaku tak menjelaskan lagi soal situasi krisis perekonomian global yang dampaknya juga mempengaruhi Indonesia. "Saya tidak perlu melaporkan kondisi krisis, semua juga tahu krisis. Saat itu kan krisis keuangan terbesar di dunia," terang dia.
"Apa saudara laporkan ada pengeluaran uang Rp2,6 Triliun terkait PMS (dari LPS ke Bank Century), kan malam 24 (November 2008) rapat?" tanya Jaksa Ahmad. "Saya tidak ingat. Maksudnya melaporkan uang itu, saya tidak ingat," jawab Sri.
"Apakah Bu Sri atau Pak Budi mengatakan bahwa telah terjadi perampokan (oleh) Robert Tantular di bank century?" tanya Jaksa lagi. "Saya tidak ingat," jawab Sri Mulyani.
Seperti diketahui, Sri Mulyani mengakui adanya perdebatan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal strategi penyelamatan Bank Century.
Hal itu tertuang dalam dokumen Berita Acara Pemeriksaan Sri Mulyani saat dilakukan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Amerika Serikat, di Washington DC, 30 April 2013 lalu.
Dalam keterangannya kepada penyidik KPK saat itu, Sri Mulyani menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono setuju untuk menjamin penuh (blanket guarantee), sementara Jusuf Kalla tidak.