TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Transjakarta Antonius NS Kosasih, mengaku tidak setuju bila pelaku kejahatan seksual diberikan sanksi dengan "memajang" di depan orang banyak dalam keadaan nyaris telanjang.
Namun, Kosasih memandang ada alasan kuat mengapa pelaku diberikan sanksi sosial seperti itu. Apalagi, kata dia, pelecehan seksual pada layanan transportasi publik di Ibu Kota sudah sering terjadi.
"Saya ingin menegaskan, untuk kejadian tersebut secara hukum saya tidak setuju. Tapi saya bisa memaklumi karena ada kegeraman dari masyarakat," kata Kosasih, di Balaikota Jakarta, Selasa (2/9/2014).
Menurut Kosasih, petugas di Halte Pondok Indah sengaja membiarkan pelaku pelcehan seksual dihukum seperti itu untuk membuat jera. Petugas, kata dia, juga tidak ingin Transjakarta menjadi negatif akibat seringnya kejadian pelecehan seksual.
"Mereka (petugas) pasti tidak menginginkan nama perusahaan tempatnya bekerja tercoreng. Padahal itu satu-satunya tempat mereka mencari nafkah. Kalau semisalnya tidak ada yang mau naik Transjakarta lagi, mereka dapat nafkah darimana?" ucap Kosasih.
Seperti banyak diberitakan, pelecehan seksual kembali terjadi di Transjakarta. Kali ini terjadi pada bus Transjakarta koridor VIII Lebak Bulus-Harmoni, Senin (1/9/2014) malam kemarin.
Pelaku pelecehan yang tepergok kemudian ditangkap oleh para penumpang dan "dipajang" di Halte Pondok Indah.
Dengan hanya mengenakan celana dalam, pelaku dipaksa berdiri dengan memegang kedua telinganya dengan membawa tulisan "Pelaku Pelecehan Sexual".