TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — PT KAI berjanji akan memperluas mushala di Stasiun Manggarai, yang dikritik karena tempatnya yang sempit.
Kepala Humas PT KAI Daerah Operasional (Daop) I Agus Komarudin mengatakan, masalah musala sudah dibahas dan dievaluasi jauh sebelum keluar kritikan tersebut.
"Itu bukan kita tidak pikirkan. Kita memang ada program penataan stasiun pada tahun 2015 dari pembuatan penyeberangan orang di bawah tanah, termasuk musala yang diperluas itu," kata Agus kepada Kompas.com, Kamis (2/10/2014).
Agus menuturkan, perluasan musala sebenarnya sudah masuk dalam anggaran 2015. Namun, karena adanya surat terbuka dari pengguna musala di stasiun tersebut yang tersebar di Facebook, instansinya berencana merenovasi lebih awal.
"Kita upayakan 2014 ini. Bisa diupayakan itu di 2014 ini. Sudah ada rancangannya, tapi gambarnya masih belum fix," kata dia.
Berdasarkan rancangan penataan itu, PT KAI menyatakan tidak akan memindahkan lokasi musala. Hanya, perluasan tetap dilakukan.
Soal adanya saran membangun musala di tempat loket dan pintu masuk yang lama, Agus menyatakan musala akan didirikan di luar loket dan masih berada dalam stasiun.
"Yang penting jangan di luar, itu kan masih tanggung jawab KAI. Kalau di luar buat umum, nanti pembersihan dan tidak perawatan gimana? Harus tetap dalam stasiun," ujar Agus.
Sebelumnya, seorang pengguna kereta api Commuter Line mengkritik sempitnya musala di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan.
Dalam surat terbukanya untuk Kepala Stasiun Manggarai melalui blog pribadi, Reni Anggaraeni mengungkapkan bahwa musala di stasiun itu terlalu kecil.
"(Saya) manusia yang menghabiskan hampir 25 menit dari waktunya untuk mengantre agar bisa salat maghrib di musala mini stasiun Manggarai," tulisnya dalam blog pribadnya, Selasa (23/9/2014).
Dalam blog itu, ia mempertanyakan mengapa pengelola Stasiun Manggarai tidak memperhatikan pemugaran musala.
Padahal, musala di stasiun itu selalu dikunjungi oleh ratusan, bahkan ribuan orang, pada saat jam salat maghrib tiba.
Biasanya, mahasiswa salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta ini melihat antara ratusan, bahkan ribuan manusia, itu separuhnya akan menunaikan shalat maghrib di musala mini tersebut.
Menurut dia, kondisi musala itu sungguh tidak layak. "Kalau dihitung musala tersebut hanya bisa menampung 20 orang saja. Sisanya masih harus mengantre giliran dengan yang lain," tulis dia.