Laporan wartawan Tribunnews.com : Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-- Tahun 1997, Indra Tjahaja Purnama menghadap sang pencipta setelah sebelumnya dirawat di sebuah rumah sakit di Jakarta karena mengalami sakit kanker.
Ayah dari Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tersebut sebelum meninggal sempat punya keinginan naik pesawat ke Belitung pada malam hari untuk melihat Negeri Laskar Pelangi dari atas pesawat.
Dalam acara peluncuran buku 'Mendidik Pemimpin dan Negarawan' pria yang akrab disapa Ahok tersebut menjadi keynote speaker dan menceritakan tentang ayahnya yang bisa mengantarkan dirinya menjadi seorang pemimpin. (Baca juga : Cerita Mobil Ahok Mogok dan Seorang Kakek)
"Sebelum meninggal, bapak saya bilang kalau bisa meninggalnya di Belitung saja, jangan di sini (Jakarta)," ucap Ahok di Balai Agung, Jakarta, Senin (3/11/2014).
Namun kekhawatiran bila dirawat di Belitung sang ayah tidak bisa tertolong, akhirnya keluarganya memutuskan untuk tetap merawat Indra Tjahaja Purnama di Jakarta.
Ia menganggap keputusan saat itu merupakan keputusan yang salah, karena sesuai wasiat sang ayah ingin Belitung menjadi tempat peristirahatannya yang terakhir.
Padahal saat dokter mengklaim hidup sang ayah tidak akan lama lagi, Ahok dan keluarga bisa membawanya ke Belitung dan menghembuskan nafas terakhir di Belitung.
Sehingga dari Jakarta ke Belitung keluarganya tidak membawa sang ayah dalam peti mati.
"Tapi semua ada hikmahnya," ujar Ahok.
Saat akan membawa jenazah sang Ayah ke Belitung dengan menggunakan pesawat Merpati, pihak maskapai seolah mengerjain sehingga dari subuh hingga menjelang malam pihak maskapai tidak menerbangkan Ahok beserta keluarga yang membawa jenazah Indra Tjahaja Purnama.
"Sampai kita mau berantem, marah-marah, karena merasa dikerjain. Seharian di bandara."
"Bayangkan suasana sedang duka, dari subuh menunggu hingga menjelang malam baru dapat pesawat, itu pun mau ribut mau berantem," ungkapnya.
Alasan pihak maskapai saat itu tidak ada penerbangan malam ke Belitung karena Bandara Tanjung Pandan lampunya mati, sehingga pesawat tidak bisa mendarat.
Untung pada saat itu, ada Kepala Bandara Tanjung Pandan yang akan berangkat ke Belitung bersama rombongannya.
"Dia bilang, siapa bilang (lampu mati). Kita kaget tidak kenal dia. Saya kepala bandara Tanjung Pandan, saya sudah perintahkan nyalakan lampu semua. Kamu harus terbang," ujarnya.
Setelah sampai ke Belitung, Ahok bersama keluarga bersyukur karena keinginan sang ayah bisa naik pesawat pada malam hari akhirnya terwujud meskipun dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi.
(Baca juga: Cerita Ahok dengan Kiai Sahabat Ayahnya)
"Kenapa mengucap syukur? Itu keinginan papa saya dari dulu, dia selalu ingin naik pesawat malam hari lihat Belitung, tapi tidak pernah kesampaian, karena tidak ada penerbangan malam. Semua penerbangan pagi. Hari itu bapak saya pulang, dia lihat malam," tuturnya.