TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persoalan tanah yang berkasus hampir terjadi di setiap daerah, tidak hanya di kota-kota kecil, di kota-kota besar, sengketa ini banyak terjadi.
Hal ini dikarenakan tidak adanya sanksi tegas atas para mafia-mafia tanah yang dengan sengaja membuat konflik diantara rakyat kecil dengan pengusaha.
"Kasus tanah ini tidak akan pernah selesai, soalnya mafia-mafia tanah tidak mendapat hukuman berat. Mereka leluasa bermain untuk kepentingan orang-orang berkantong tebal," ungkap Notaris Senior, Sarinandhe Djibran kepada wartawan, Senin (16/12/2014).
Lantas apa solusinya? Sarinandhe yang juga Wasekjen KAHMI ini pun mengatakan pemerintah harus segera melakukan penataan ulang terhadap tanah yang ada di Indonesia, mana milik negara, mana milik rakyat. Ini yang harus di tata ulang.
"Kondisinya kan sekarang, tanah semakin sempit, sementara kebutuhan akan tanah semakin banyak. Sehingga muncul mafia-mafia yang merampok tanah-tanah rakyat," tutur Sarinandhe Djibran yang sudah berkecimpung dalam kenotarisan selama 14 tahun ini.
Pemerintah lanjut Sarinandhe melalui Kementerian Agraria dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus segera membuat sanksi tegas kepada para mafia-mafia tanah yang selama ini terkesan didiamkan.
"Memang persoalan tanah ini sangat sulit, bukti-bukti otentik kadang tidak menjadi patokan jika tanah itu merupakan milik rakyat, itu bisa mental dengan munculnya bukti-bukti bodong yang dibuat oleh mafia tanah. Mafia inilah yang harus dibumihanguskan," urai Sarinandhe.