TRIBUNNEWS.COM, SENEN - Air mata Piah Tati (40) warga di Jalan Inspeksi Kali Ciliwung RT 007/ 005, Kelurahan Kenari, Senen, Jakarta Pusat, tak berhenti mengucur di teras mushollah warga.
Ia mengaku pasrah, lantaran petugas membongkar kediamannya secara paksa, Kamis (15/01). Handuk yang dikenakan di kepala Piah, yang awalnya digunakannya untuk terhindar dari sengatan sinar matahari, kini berubah fungsi untuk mengusap air matanya.
Dirinya terus menangis di depan ketiga anak laki-lakinya. "Saya mau tinggal di manaa.. Gak punya uaang.. Gak punyaa.. Ya Allaah.. Tolong kami ya Allaah," ucap Piah terisak.
Rumah Piah yang diketahui berlantai II, kini sudah rata akan tanah bersama rumah warga lainnya. Di mata Piah, bangunan itu kini hanya tinggal puing-puing saja.
Bebatuan dan bongkahan bangunan milik warga tersebut, kini tengah dibereskan puluhan personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Administrasi Jakarta Pusat. Menggunakan alat manual seperti palu, linggis, dan tali tambang saja.
Diceritakan Piah, dirinya sudah mengetahui jauh-jauh hari rumahnya akan dibongkar petugas. Ia mengetahui informasi itu dari pihak RT/ RW serta Kelurahan setempat.
"Saya udah tahu dari warga juga. Tapi kan saya masih bingung... (menangis).. Ini saya mau tinggal di mana," lirihnya.
Ia pun terus bercerita, dirinya saat itu tengah duduk di depan rumahnya bersama ketiga anaknya, dan suami tercintanya, Rudianto (50).
Rudianto yang tak punya penghasilan sehari-harinya, hidupnya hanya bergantung kepada empat anak perempuannya yang diketahui bekerja sebagai pesuruh (pembantu).
Sedangkan ketiga anak laki-lakinya, masih bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dikala tengah asik mengobrol, segerombolan personel Satpol PP datang dari arah Jalan Diponegoro menuju Jalan Inspeksi Ciliwung. Di lokasi ada Lurah Kenari, Triana Eka Dewi dan Wakil Camat Senen, Prasetyo Kurniawan.
"Ada Satpol PP bilang ke saya, 'Bu keluar dulu ya bu' mau dibersihin bu' kata Satpol PP-nya begitu. Gak tahunya dibongkar beneran. Saya coba halangi.. Minta waktu.. (Menangis) tapi.. Ya Allaah.. Rumah saya langsung dibongkar," terangnya.
Lanjut Piah, suaminya saat itu kebingungan di kursi duduk berbahan plastik. Suaminya pun saat itu hanya bisa melambai untuk menghalau petugas membongkar rumahnya.
Lantaran kedua kakinya lumpuh, suami Piah pun dibawa ke musala agar tar terkena pecahan batu yang tengah dibongkar Satpol PP menggunakan palu.
"Saya pasrah.. Saya terpaksa tinggal di Musala. Janjinya mau dikasih rusun.. Tapi gak jelas. Malah dibongkar dulu. Dapet rusunnya nanti. Nantinya itu kapaaan!! (Menangis)" ucap Piah menangis.
Rumah yang ditempati Piah bersama suami dan anaknya selama 17 tahun, kini sudah rata akan tanah. Saat itu, Piah hanya bisa duduk lesu lemas di teras musholla.
Piah berharap, Pemerintah DKI mempercepat memindahkan warga di Jalan Inspeksi Kali Ciliwung ke rusun. "Kami miskin..gak punya apa-apa. Barang-barang saya sudah dipindahin ke musala," katanya.
Tak hanya Piah, barang-barang rumah tangga milik warga lainnya pun turut dipindahkan ke bibir kali. Beberapa warga ada yang mengangkat barangnya sendiri dan ada juga yang diangkut petugas ke bibir kali.
Sedangkan puing-puing rumah berbahan kayu yang sudah hancur, diangkut petugas ke dalam bak truk milik Satpol PP. Beberapa warga lainnya pun nampak hanya bisa meratap rumahnya dirubuhkan petugas.(Panji Baskhara Ramadhan)