TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menolak gugatan terpidana mati asal Nigeria, Raheem Agbaje Salami. Raheem menggugat penolakan grasi yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo.
Rahem diketahui adalah salah satu dari sepuluh terpidana mati kasus narkotika yang menunggu eksekusi mati gelombang kedua.
Keputusan Ketua Majelis Hakim Indaryadi tersebut memupuskan upaya Rahem membatalkan hukuman mati terhadap dirinya.
Dengan tidak diterimanya gugatan tersebut, nasib Rahem kini tinggal menunggu waktu eksekusi mati.
Pengacara Rahem, Utomo Karim sejatinya meyakini putusan hakim bakal menolak upaya grasi.
"Padahal, kasus itu berbeda-beda. Bukan berarti saya tidak setuju pemberantasan narkoba, tapi Raheem ini hanya kurir. Saya khawatir ini seperti Keputusan Presiden kemarin yang dia mengaku tanda tangan tetapi tidak tahu isinya," kata Karim di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Senin (20/4/2015).
Dalam gugatannya, Raheem mempertanyakan alasan penolakan grasi oleh Presiden. Karim mengatakan, setiap terpidana memiliki kasus yang berbeda, sehingga Presiden tidak dapat menyamaratakan semua kasus.
Meskipun kecewa dengan penolakan gugatan ini, Karim mengatakan belum menentukan apakah akan menempuh upaya hukum lainnya.
Menurutnya, upaya pengajuan peninjauan kembali (PK) belum dapat dilakukan karena saat ini PK hanya bisa dilakukan satu kali.
Untuk diketahui, Raheem Agbaje Salami adalah satu dari 10 terpidana mati kasus narkoba yang masuk daftar eksekusi gelombang kedua.
Raheem ditangkap di Bandara Internasional Juanda Surabaya, pada 1999, karena kedapatan membawa lima kilogram heroin. Di pengadilan, Raheem divonis mati.