TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus gugatan senilai US$ 125 juta atau sekitar Rp 1,6 triliun oleh TPW terhadap Jakarta Intercultural School (JIS) terus mengungkap sejumlah kejanggalan baru. Hal tersebut terungkap dalam sidang perdata di PN Jakarta Selatan.
Judiati Setyoningsih, kuasa hukum JIS dari Kantor Advokat Kailimang & Ponto mengatakan, tidak ditemukannya tanda-tanda fisik kekerasan seksual pada MAK tersebut oleh dr Narain Punjabi dari SOS Medika selaku dokter yang pertama kali memeriksa MAK.
Sebelumnya, dr Narrain saat menjadi saksi di persidangan menegaskan bahwa saat pertama kali diperiksa pada 22 Maret 2014 dari pemeriksaan fisik yang dilakukannya, yaitu dari ujung kepala, seluruh badan dan juga lubang pelepas MAK, seluruhnya dalam kondisi baik atau normal.
Bahkan saat diperiksa lubang pelepasnya, MAK tidak menolak atau berontak, padahal dalam gugatannya TPW mengatakan anaknya mengalami kekerasan seksual dan trauma mendalam.
Hasil pemeriksaan lab dari usapan yang diambil dari alat kelamin dan anus MAK hanya menunjukkan adanya bakteri atau kuman yang umum hidup di tubuh manusia, sedangkan hasil pemeriksaan darah MAK terkait HSV-2 menunjukkan antibody IgG negatif dan IgM positif.
Untuk itu Narain menyarankan kepada ibu TPW untuk dilakukan pemeriksaan ulang tapi dia tidak pernah datang lagi.
Lebih lanjut dikatakan Judiati, hal itu dikuatkan pula dengan visum dr Octavinda dari RSCM. Keduanya menyatakan lubang pelepas MAK dalam keadaan baik dan tidak ada kelainan.
Dikatakan oleh dokter spesialis forensik Ferryal Basbeth apabila anak mendapat kekerasan seksual beramai-ramai oleh orang dewasa, maka akan menimbulkan organ tubuh rusak, namun nyatanya menurut visum para dokter tersebut organnya normal.
"Dua hasil tes darah yang dilakukan setelah pemeriksaan SOS Medika Klinik yaitu dari RSPI tanggal 2 Mei 2014 dan RS Bhayangkara tanggal 16 Juli 2014 menunjukkan bahwa antibody IgG MAK tetap hasilnya negatif," saat dihubungi wartawan, Kamis (28/5/2015).
Lebih lanjut, Judiati mengungkapkan, beberapa data medis yang dipakai TPW dalam gugatan ini tidak sesuai dengan fakta yang disampaikan pihak rumah sakit atau dokter.
TPW sendiri adalah ibu MAK, salah satu siswa TK JIS yang disebut mengalami kekerasan seksual.
"Sejumlah data medis yang diajukan oleh TPW justru tidak membuktikan terjadinya apa yang dituduhkan. Keterangan dari para dokter dan rumah sakit yang memeriksa MAK adalah bukti sahih bahwa kekerasan seksual yang dituduhkan justru tidak terjadi," jelas Judiati.
Sebagai contoh, TPW mengajukan sebagai bukti di persidangan memo dr Osmina, dokter RSPI yang menyebutkan bahwa MAK mengidap herpes akibat disodomi oleh pedofil di sekolah.
Ternyata Memo tersebut dikeluarkan dr Osmina atas permintaan TPW untuk mengajukan penggantian biaya ke perusahaan suaminya. Klarifikasi tertulis dr Osmina itu disampaikan kepada tim kuasa hukum JIS.
"Pada akhirnya kebenaran akan terungkap. Kami berharap majelis hakim dapat menyelamatkan hukum di Indonesia dengan mengungkap kebenaran yang sesungguhnya di kasus ini," ujar Judiati.
"Kasus ini menjadi ujian bagi penegakan hukum di Indonesia. Jangan sampai menghukum orang yang tidak bersalah " tandas Judiati.