TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Fenomena el nino, mengancam di beberapa wilayah Indonesia, salah satunya Jakarta.
Dampaknya, wilayah yang mengalami fenomena el nino, suhu udara akan meningkat dan dilanda kekeringan.
Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), A Fachri Radjab, mengatakan, bahwa saat ini sebagian besar wilayah Indonesia, memasuki musim kemarau.
"Ditambah lagi, saat ini, Indonesia dan negara equator lainnnya, memasuki kondisi fenomena alam, el nino. Yaitu meningkatnya suhu muka laut di Samudera Pasifik," kata Fachri, ketika dihubungi Warta Kota, Minggu (26/7/2015).
Dampaknya, lanjut Fachri, curah hujan akan semakin berkurang. Wilayah pun akan mengalami kekeringan.
"Yang jelas jika melihat dari musimnya saja, Indonesia saat ini, sebagian besar memasuki musim kemarau," katanya.
Khususnya, wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Depok (Jabodetabek), telah memasuki musim kemarau sejak April hingga akhir November nanti.
Sedangkan, baru pada bulan Desember, akan memasuki masa musim hujan.
"Saat ini, berada di tengah-tengah musim kemarau. Tapi ini belum puncaknya. Puncak musim kemarau, saat matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa, yang diperkirakan terjadi pada September nanti," katanya.
Namun, untuk wilayah Jabodetabek, yang masih berpotensi turun hujan, adalah wilayah yang berada di sisi Selatan. Yaitu, Jakarta Selatan, Depok, dan Bogor.
Saat ini, tambah, Fachri, matahari sedang berada di belahan bumi Utara, bergerak ke Selatan arah khatulistiwa dan kembali ke Selatan lagi. Kemudian, pada Desember nanti, matahari, akan berada di belahan bumi selatan.
"Kami memperkirakan, bahwa selama 7 hari kedepan, Jakarta akan mengalami suhu udara maksimal, mencapai 33 derajat hingga 35 derajat celsius. Suhu udara maksimal biasanya terjadi sekira pada pukul 15.00," katanya.
Sedangkan, di Indonesia akan mengalami peningkatan suhu maksimal, yaitu mencapai 35 sampai 37 derajat celsius. Dibandingkan pada pekan lalu, hanya mencapai 33 derajat celsius.
Namun, Fachri mengatakan, bahwa di Indonesia, kecil kemungkinan, akan mengalami suhu udara ekstrim mencapai lebih dari 50 derajat celsius, seperti di India.
"Kecil kemungkinan terjadi suhu udara ekstrim di Indonesia. Karena aliran udaranya beda dengan India. Selain itu Indonesia, diuntungkan karena merupakan negara kepulauan. Kelembapan Indonesia juga tinggi karena masih banyak daerah hijau dan pegunungan," jelasnya.
Di Indonesia sendiri, suhu udara tertinggi yang pernah dicatat BMKG, hanya sampai 39 derajat. Sementara wilayah Jakarta, hanya 37 derajat celsius
Fachri mengimbau agar wargamengantisipasi dengan menjaga diri dan lingkungan. Sebab dampak cuaca panas itu akan dialami pada tubuh serta lingkungan warga sekitar.
"Dampak suhu tinggi kepada tubuh, otomatis tubuh akan kurang cairan khususnya yang sering di luar ruangan. Harus lebih banyak minum air, agar cairan tubuh tetap terjaga.
Sementara, untuk wilayah yang rawan kekeringan, harus diantisipasi dengan memperbanyak daerah resapan air. (Mohamad Yusuf)