TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seminar dengan tema “Diplomasi Pertahanan Indonesia: Keamanan Kawasan Untuk Mendukung Poros Maritim” digelar dalam rangka kerjasama penelitian antara BPPK-OI Kementerian Luar Negeri dan FISIP Universitas Budi Luhur, tanggal 6 Oktober 2015.
Seminar tersebut dibuka oleh rektor Universitas Budi Luhur Prof. Ir. Suryo Hapsoro Tri Utomo, Ph.D. Rektor berharap kemitraan antara universitas Budi Luhur dan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dapat terus berlangsung sehingga dapat menjadi salah satu pemicu bagi perkembangan Tridharma dosen UBL.
Keynote Speech oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Dr. H. Abdurrahman Mohammad Fachir.
Wamenlu mengatakan bahwa kerjasama penelitian ini disambut baik oleh kemlu karena perwujudan MoU dilaksanakan dengan baik dan berkesinambungan, salah satunya adalah dengan diadakannya seminar ini. Bapak Wamenlu menambahkan bahwa terkait dengan sengketa Laut Cina Selatan, masalah tersebut masuk kedalam ranah kedaulatan.
Diplomasi kelautan perlu memperhatikan dimensi keamanan. Pertahanan laut dan udara harus menjadi perhatian diplomasi indonesia.
Tiga narasumber dihadirkan dalam seminar tersebut, antara lain Laksda TNI (Purn) Robert Mangindaan (Tenaga Profesional Bidang Diplomasi/HI Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia), Edy Prasetyono (Pengamat Pertahanan), dan Denik Iswardani Witarti (Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Budi Luhur).
Seminar ini dimoderatori oleh Fikry Cassidy yang menjabat sebagai Kepala BPPK Pusat P2K-OI, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
Robert Mangindaan memaparkan bahwa harus terdapat beberapa elemen dalam pencapaian poros maritim dunia yang menjadi visi Indonesia, yaitu pembentukan intelijen maritim, Strategi Pertahanan yang baik, dan pemahaman di bidang hukum kemaritiman.
Edy Prasetyono kemudian memaparkan mengenai perkembangan lingkungan strategis yang ada di kawasan Asia Pasifik.
Edy menambahkan bahwa Indonesia harus mewaspadai aktor-aktor besar yang terlibat dalam sengketa Laut Cina Selatan ini, yaitu Cina dan Amerika Serikat.
Sedangkan Denik Iswardani memaparkan bahwa rekomendasi sementara yang diberikan dalam penelitian UBL Kemlu adalah mempertahankan reputasi Indonesia yang dapat menjalankan strategi hedging antara negara-negara yang mengklaim LCS.