TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik Arbi Sanit punya analisis terkait belum disahkannya Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Perubahan (RAPBD-P) 2015 Provinsi DKI Jakarta oleh Kementerian Dalam Negeri.
Arbi Sanit menilai ada peran politik dari PDI Perjuangan atas hubungan antara Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan DPRD DKI saat ini terkait hal tersebut.
Arbi Sanit melihat ada jembatan antara Prasetio Edi Marsudi selaku Ketua DPRD DKI dan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang sama-sama kader PDIP.
"Ini analisis saya, saya melihat, DPRD mendapat back-up dari PDIP. Apalagi Ahok dikenal dekat dengan Presiden Jokowi," ujar Arbi kepada Tribunnews.com, Minggu (11/10/2015).
Soal penurunan angka Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta tahun 2016, Arbi Sanit menilai, kesulitan Ahok untuk menyerap anggaran, menunjukkan hal tersebut akan terus terjadi jika warga Jakarta akan kembali memilihnya pada Pilgub DKI 2017.
"Jadi ingin memberitahu pada pemilih, ini lho yang akan terjadi. Penyerapan anggaran akan terus rendah kalau Ahok terpilih lagi," katanya.
Seperti dilansir Kompas.com, Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku mendapat laporan pengesahan RAPBD-P 2015 menunggu paripurna pertanggungjawaban APBD 2014 rampung.
Ahok juga menyebut alasan dokumen RAPBD-P 2015 tak kunjung disahkan Kemendagri lantaran Laporan Keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) APBD 2014 tidak ditandatangani oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.
Adapun Prasetio Edi Marsudi Prasetio mengatakan sengaja menunda menandatangi dokumen tersebut agar Ahok menyadari bahwa dia membutuhkan DPRD.
Sejatinya, kata Prasetio, pemerintah daerah terdiri dari eksekutif dan legislatif. Situasi ini, imbuh Prasetyo, menunjukkan kalau Ahok membutuhkan DPRD untuk menjalankan pemerintahan.
"Ternyata dia mencari Ketua DPRD buat tanda tangan kan. Dia butuh dengan DPRD," ujar Prasetio dilansir Kompas.com.
Prasetio juga membantah pernyataan Ahok yang menuding DPRD punya niat buruk lewat cara menurunkan nilai anggaran dalam KUA-PPAS DKI Jakarta tahun 2016.
Dilansir kompas.com, Prasetyo juga membantah ingin Ahok gagal pada tahun 2016 agar gagal pula dalam Pilkada DKI 2017.
Menurutnya, sejak 2013 hingga 2015, dana perimbangan yang ditentukan Pemprov DKI adalah sebesar Rp 13 triliun. Akan tetapi, target tersebut tidak tercapai.
Rata-rata, Pemprov DKI hanya mendapatkan sekitar Rp 9 triliun. Atas tidak tercapainya pendapatan itu, Prasetio mengatakan otomatis akan berdampak pada penyerapan.
"Kepemimpinan saya sekarang ini serba transparan dan terbuka kok. Masyarakat bisa lihat sendiri. Kita ini dalam membahas anggaran bersama eksekutif kan mau ngomong yang realistis saja. Kita cuma enggak mau anggarannya mengada-ada," ujar Prasetio dikutip dari kompas.com.