Tribunnews.com - Seorang warga negara Jerman bernama Holger Pelz gagal menyelundupkan biawak tanpa telinga (Varanus Borneoensis). Tak disangka, biawak yang rapi tersimpan di area selangkangannya itu bersuara sehingga ketahuan petugas Bandar Udara.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Brigjen Yazid Fanani menjelaskan, awalnya, biawak-biawak yang spesies endemik Kalimantan tersebut disembunyikan di dalam kantong kain dan telah disusun rapi di area selangkangan Pelz.
"Namun, saat ia melewati pintu x-ray, hewan tersebut tiba-tiba berbunyi sehingga petugas Bandara curiga dan memeriksanya," ujar Yazid di kantornya pada Jumat (16/10/2015).
Petugas dari Pintu 3, Terminal III Bandara Soekarno-Hatta kemudian menggeledahnya. Benar saja, dari selangkangan Pelz, petugas berhasil menemukan delapan ekor biawak yang masih terbilang kecil tersebut.
Setelah ditelusuri, ternyata hewan-hewan itu dikategorikan sebagai jenis langka sekaligus dilindungi di Indonesia. Petugas kemudian menyerahkan Pelz ke Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
Laporan Polisi perkara itu terdaftar atas nomor LP/1184/X/2015/Bareskrim tertanggal 12 Oktober 2015. Polisi menetapkan Pelz sebagai tersangka pada hari yang sama.
Hanya Kurir
Yazid mengatakan, berdasarkan pemeriksaan, Pelz bukanlah kolektor hewan langka. Dia mengaku hanyalah kurir. Seorang rekannya di Jerman memesan biawak jenis itu kepada dirinya.
Pelz pun datang ke Indonesia pada 4 Oktober 2015. Dia mencari biawak pesanan itu di Pontianak, Kalimantan Barat.
"Dia membeli delapan ekor biawak itu dengan harga Rp 50 ribu per ekor. Total, semuanya Rp 400 ribu," ujar Yazid.
Tersangka kemudian membawa hewan langka dari Bandara Internasional Supadio, Kubu Raya, Kalimantan Barat ke Jakarta melalui Bandara Soekarno-Hatta. Rencananya, pada 11 Oktober 2015 sekitar pukul 17.15 WIB, dia akan diselundupkan ke negara asalnya. Tapi, teriakan hewan itu menggagalkan upaya penyelundupan itu.
Saat ini, Pelz ditahan di Bareskrim Polri. Dia dijerat Pasal 21 ayat (2) huruf a dan c juncto Pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. (Fabian Januarius Kuwado)