TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Niat PT Megapolitan Developments, sebuah perusahaan properti, untuk merebut lahan 10 hektar di Kampung Kramat, RT 1/5, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Depok, yang ditempati warga selama puluhan tahun tampaknya tak main-main.
Tembok beton setinggi 2,5 meter dan sepanjang 50 meter, yang dibangun hingga menutup Jalan Pinang Dua Ujung, dan sempat dilubangi warga selebar 1 meter, kini ditutup kembali atau diperbaiki oleh PT Megapolitan Developments.
Padahal lubang di tembok itu dibuat warga agar mereka dapat keluar masuk permukiman.
Sebab keberadaan tembok beton menutup satu-satunya akses jalan warga, sejak dibangun PT Megapolitan pada 10 September 2015 lalu.
Akibatnya kini sekitar 40 warga dari 11 kepala keluarga yang tinggal di Kampung Kramat, Jalan Pinang Dua Ujung, RT 1/5, Limo, Depok benar-benar terisolir.
Warga harus melalui jalan menurun berbatu, hingga ke ujung tembok sebelah selatan atau di dekat rawa, agar dapat keluar masuk pemukiman.
Bambang Hariyanto (59) warga Kampung Kramat RT 1/5, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, mengatakan sebelumnya warga sempat membuat lubang di tembok selebar 3 meter untuk akses keluar masuk permukiman.
Namun tak lama, PT Megapolitan menutup lubang tembok yang dibuat warga itu.
Tak lama kata dia, warga kembali membuat lubang selebar satu meter di tembok untuk jalan keluar masuk permukiman.
"Dan sekarang ditutup lagi. Mereka benar-benar ingin menyerobot lahan kami, dengan cara mengisolir kami," kata Bambang.
Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) Kecamatan Limo, Risani, mengatakan kondisi ini membuat suasana di sana rawan konflik.
Sebab kata dia ada pembiaran dari Pemkot Depok, dan hal ini makin berlarut-larut serta menyulitkan aktifitas warga.
"Apalagi PT Megapolitan setiap hari mengerahkan puluhan pemuda dari ormas tertentu menjaga tembok beton yang menutup jalan warga di sana. Hal ini membuat warga merasa diintimidasi," kata Risani.
Karenanya kata Risani, situasi di Kampung Kramat saat ini rawan konflik dan berpotensi terjadi bentrokan antara warga dengan puluhan pemuda suruhan PT Megapolitan.
Untuk itu, Risani, berharap Pemkot Depok segera bertindak dengan memediasi warga dengan PT Megapolitan.
"Atau secara tegas bongkar saja tembok beton itu. Sebab PT Megapolitan sudah sewenang-wenang dalam hal ini dan tak melihat kondisi lingkungan di mana warga tinggal," kata Risani.
Sementara itu, Direktur Operasional PT Megapolitan Developments, Abraham S Budiman mengatakan pihaknya akan menjelaskan mengenai hal ini setelah tim humas dan tim legal perusahaan menyiapkan semua berkas yang menunjukkan bahwa pihaknya pemilik hak atas lahan 10 hektar di sana.
"Mengenai pertanyaan anda, nanti akan diberikan jawaban oleh humas dan tim legal kami yang akan menghubungi anda," kata Abraham, kepada Warta Kota, beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui puluhan warga di Kampung Kramat, RT 1/5, Limo, Depok terisolir selama sebulan lebih ini akibat tembok beton yang dibangun di jalan atau akses keluar masuk di wilayah mereka yakni di Jalan Pinang Dua Ujung, oleh PT Megapolitan Developments.
Selain terisolir warga mengaku juga kerap mendapat intimidasi oleh sekitar 30 orang yang setiap harinya menjaga tembok beton yang dibangun PT Megapolitan Developments tersebut, agar tidak dirusak warga.
Dibangunnya tembok beton hingga menutup Jalan Pinang Dua Ujung itu, karena PT Megapolitan Developments mengklaim tanah 10 hektar di sana adalah hak mereka sesuai surat pelepasan hak (SPH) tahun 1984.
Sementara 30 warga mengaku sebagai pemilik lahan 10 hektar di sana, dengan dasar yang jauh lebih kuat yakni sertifikat hak milik (SHM), akte jual beli (AJB) serta girik letter C.
Syamsudin, (70) pemilik salah satu lahan yang diklaim PT Megapolitan mengatakan pengakuan sepihak perusahaan properti itu sangat mengada-ada. Sebab kata dia lahan miliknya di sana seluas 3050 meter persegi berdasarkan Sertifikat Hak Milik (SHM).
"Bagaimana mungkin itu lahan mereka hanya berdasar SPH. Sebab dasar kepemilikan saya jauh lebih kuat yakni berdasar sertifikat hak milik," kata Syamsudin.(Budi Malau)