TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Motif Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi dipertanyakan karena menyewa auditor independen untuk melakukan penyisiran Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2016.
Pria yang akrab disapa Pras itu ikut turun tangan untuk menyisir KUA-PPAS 2016.
Pras menyebutkan bahwa penyisiran dibantu oleh tim auditor independen.
Manager Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan, bahwa seorang Ketua DPRD DKI tidak boleh menyebutkan pendapat dari tim audit independen.
"Tenaga ahli cuma boleh meng-advice. Dan tidak boleh memberikan pendapatnya. Karena audit independen negara itu BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)," ujar Apung di kantor Indonesia Coruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Minggu (29/11/2025).
"Jadi yang diumumkan oleh Ketua DPRD DKI, tidak boleh menyebutkan dapat dari lembaga itu," imbuhnya.
Ketua Umum Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsuddin Alimsyah mengatakan DPRD hanya mempunyai tenaga ahli dan pakar, yang pembiayaannya dibiayai oleh Sekretariat Dewan.
Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2010 Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pasal 34 yang menyatakan setiap fraksi di DPRD dibantu 1 tenaga ahli.
Dan Pasal 117 ayat 1 yang menyakan dalam rangka melaksakan tugas dan wewenang DPRD dibentuk tim pakar dan ahli. Yang dimana pada ayat 2 kelompok pakar atau tim ahli paling banyak sesuai alat kelengkapan DPRD.
"Di DPRD itu dikenal pertama tim ahli dan tenaga ahli. Mungkin yang dimaksud Ketua DPRD itu tim ahli, tapi tidak boleh menjust itu hasil auditor independen. Ketua DPRD itu hanya sebagai juru bicara atas apa yang dihasilkan DPRD dan memimpin rapat DPRD," tutur Syamsudin.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam meminta Pras menjelaskan, langkah pengungkapan dana siluman tersebut berasal dari inisiatif siapa dan anggaran dari mana.
"Itu inisiatif Ketua DPRD, apa anggaran dari dewan? Apakah ini inisiatif Ketua, apakah ini diketahui seluruh pimpinan? Kalau sendiri, perlu ditanya," ujar Roy.
Peneliti ICW, Abdullah Dahlan menyatakan, nantinya akan menjadi masalah jika Pras menggunakan auditor independen itu, dan pembayarannya menggunakan anggaran DKI.
"Menjadi permasalahan itu, auditor tersebut menggunakan anggaran DKI. Karena auditor itu, kalau internal dari Inspektorat dan dari BPKP dan dari eksternal itu BPK. Tapi disini bukan menyalahkan, itu fungsi kritis. Tapi ini bisa menjadi persoalan secara lembaga," imbuhnya.
Sebelumnya Pras mengaku menemukan anggaran KUA-PPAS DKI 2016 tanpa neomenklatur mencapai Rp 1,88 Triliun.
"Jadi dari hasil temuan auditor independen kami, dananya saja ada, tetapi nama kegiatannya tidak ada," ujar Pras
Berikut daftar dinas dan total anggaran tanpa kegiatan:
1. Dinas Pendidikan Rp 1,39 triliun
2. Suku Dinas Pendidikan II Jakarta Timur Rp 550 juta
3. Rumah Sakit Umum Daerah Kepulauan Seribu Rp 92,5 juta
4. Unit Penyelenggaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah Rp 400 miliar
5. Rumah Sakit Umum Kecamatan Sawah Besar Rp 2,26 miliar
6. Dinas Perhubungan dan Transportasi Rp 68,59 miliar
7. Unit Pengelola ERP Rp 2 miliar
8. Unit Pengelola Kereta Api Ringan Rp 1,78 miliar
9. Badan Promosi dan Penanaman Modal Rp 5,71 miliar
10. Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur Rp 1,90 miliar
11. Biro Perekonomian Rp 1,08 miliar.