TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang pria memakai baju kaos, celana panjang, dan sandal jepit berdiri di seberang balai wartawan Mapolda Metro Jaya pada Selasa (1/12/2015) sore.
Ketakutan terlihat dari wajah pria itu.
Pipi sebelah kanan ada sebuah lingkaran berwarna biru, diduga bekas benturan benda keras.
Dia mengaku menjadi korban salah tangkap diduga oknum aparat kepolisian.
Pria bernama Ali Mudin (58) tersebut mengklaim telah menjadi korban pemukulan oknum aparat kepolisian saat mengamankan aksi unjuk rasa oleh Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (KPAMP) di Bundaran Hotel Indonesia siang tadi.
Padahal dia berada di tempat itu untuk menikmati pemandangan di Bundaran Hotel Indonesia.
Ini merupakan hari terakhir pria asal Makassar, itu berada di ibu kota, setelah berlibur selama satu bulan.
"Saya tidak tahu ada demo. Saya duduk sambil menonton padahal jauh dari lokasi, lokasi demo di sana, saya di sini, polantas disamping saya. Pendemo lari saya tidak lari saya tengok yang lari," tutur Ali.
Dia mengaku terkena tembakan gas air mata, lalu, dia membersihkan diri duduk di dekat menara BCA, Jalan MH Thamrin.
Rombongan peserta aksi unjuk rasa belarian ke arahnya karena dikejar aparat kepolisian. Secara tiba-tiba, sekitar 10 aparat kepolisian menghampiri dirinya.
Dia mengaku dibogem oleh salah satu aparat kepolisian di pipi sebelah kanan. Selain itu, dia sempat melihat beberapa aparat kepolisian memukul menggunakan pemukul rotan berkali-kali.
Padahal, dia telah mengatakan tidak bersalah dan tidak mengikuti aksi unjuk rasa.
"Pung-pung-pung. Saya seperti orang kriminal. Saya sudah bicara saya orang baik-baik menyaksikan demo. Tidak ada perikemanusiaan. Saya diangkat kayak orang mati ke pos polisi HI. Tangan diputar ke belakang, saya dituduh ikut terlibat," kata dia sambil memperagakan dipukul aparat kepolisian.
Setelah menjadi korban bulan-bulanan aparat kepolisian, dia diperiksa di pos polisi Bundaran Hotel Indonesia. Dia menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Namun sampai saat ini KTP itu belum dikembalikan. Selain identitas penduduk, dia mengaku kehilangan sepatu saat diperiksa.
Terpaksa, dia menggunakan sandal jepit berwarna oranye yang diberikan oleh salah satu aparat kepolisian. Setelah diperiksa di pos polisi Bundaran Hotel Indonesia, dia dibawa bersama dengan orang-orang Papua lainnya ke Mapolda Metro Jaya.
Sayang, aparat kepolisian tidak bertanggung jawab setelah melakukan aksi semena-mena terhadap ayah enam orang anak dan empat orang cucu tersebut. Tidak ada pengobatan ataupun ucapan permohonan maaf kepada pria itu. Sampai saat ini, pria yang berdagang batu akik itu hanya diberikan air putih.
Walaupun begitu, dia mengaku, tidak dendam terhadap mereka yang telah berbuat keji. Dia telah memberikan maaf. Dia akan membawa pengalaman dipukul oleh aparat kepolisian tersebut ke Makassar. "Saya pribadi sampai di sini saja. Saya membawa pulang pengalaman ini," kata dia.
Setelah melalui hari terakhir di ibu kota secara sial, pada Rabu besok, dia akan kembali ke tempat tinggal di Makassar. Dia akan bertolak menggunakan pesawat udara, namun karena KTP hilang, maka untuk pendaftaran di bandara, maka akan dipergunakan Surat Izin Mengemudi (SIM).