TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi masih merahasiakan hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan terkait pembelian lahan RS Sumber Waras.
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengaku kasus tersebut hingga kini masih dalam tahap penyelidikan (lidik) sehingga dikhawatirkan akan mengganggu proses tersebut.
"Ini baru tahap lidik. Bisa nanti setelah didalami lagi ya bisa lagi hal-hal berkembang," kata Zulkarnain di kantornya, Jakarta, Senin (7/12/2015).
Menurut Zul, pihaknya meminta BPK mengaudit pembelian lahan tersebut karena adanya laporan dari masyarakat.
Setelah adanya pengaduan dari masyarakat, KPK segera menindaklanjuti melalui pengumpulan bahan dan keterangan tahap awal.
"Kemudian diserahkan ke Direktur Penyelidikan. Direktur penyelidikan mendalami lagi indikasi yang ada dan memerlukan bantuan ahli terkait ya kita sampaikan ke BPK," kata Zulkarnain.
BPK sendiri telah menemukan enam dugaan penyimpangan saat pembelian lahan tersebut.
Mulai dari perencanaan, penganggaran, kemudian pembentukan tim, pengadaan lahan RS Sumber Waras, pembentukan harga dan penyerahan hasil.
Anggota III BPK Eddy Mulyadi Supardi mengatakan penyimpangan tersebut menyebabkan keuangan negara menderita kerugian.
Baik BPK dan KPK sendiri masih tutup mulut mengenai kisaran dugaan kerugian negara yang ditemukan BPK.
Sekadar informasi, temuan BPK pembelian lahan rumah sakit Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar.
Berdasarkan kronologi yang dibuat oleh BPK, masalah bermula ketika pada 6 Juni 2014, Plt Gubernur yang saat itu dijabat oleh Ahok berminat membeli sebagian lahan seluas 3,6 hektar milik RS Sumber Waras untuk dijadikan rumah sakit jantung dan kanker.
Pembelian lahan dilakukan karena menurut Ahok kala itu, keberadaan rumah sakit untuk pasien sakit jantung dan kanker sangat diperlukan karena kondisi pasien rumah sakit yang ada kian membludak.
Di sisi lain, hal ini juga dilakukan karena sebelumnya lahan tersebut akan dibeli oleh PT Ciputra Karya Utama dan diubah peruntukkan menjadi tempat komersil seperti mal.